Bumi untuk Kita

Bumi merupakan tempat kita (manusia) bernaung dari mulai kita lahir sampai sekarang ini. Bumi memiliki banyak jasa kepada manusia, yang telah sudi memberikan tempat untuk manusia tinggal. Sehingga tanggal 22 April sebagai balasan jasa bumi, manusia memperingati sebagai Hari Bumi (Earth Day).

Sejak gagasan Hari Bumi dikumandangkan oleh tokoh Amerika, Gaylord Nelson, yang memandang perlunya isu-isu lingkungan saat itu, karena tidak adanya mengenai pendidikan mengenai melestarikan dan menjaga lingkungan. Dengan demikian, ia berusaha memasukan isu-isu lingkungan kedalam kurikulum resmi, sehingga banyak orang tertarik dan mengamini gagasan .

Di Indonesia, Hari Bumi diperingati tiap tahunnya. Acara demi acara guna merawat bumi kita, misal penanaman seratus pohon bahkan sampai seribuan pohon ditanam. Tetapi setelah Hari Bumi usai, usai juga untuk merawat Bumi, tidak adanya rawatan pohon-pohon yang sudah ditanam supaya tetap hidup. Sehingga Hari Bumi dianggap sudah sangat biasa, karena masyarakat sudah tahu yang nantinya tidak adanya perubahan yang signifikan kesadaran masyrakat.

Eksploitasi Bumi

Terciptanya Bumi lebih dahulu dari manusia, tetapi mengapa banyaknya manusia yang mengeksploitasi Bumi. Bagaimana Sumber Daya Alam (SDM) dikeruk habis-habisan, sehingga SDM sudah mengalami krisis dan sudah melampaui batas pemanfaatan. Indonesia termasuk negara yang banyak memiliki SDM, mulai dari minyak, batu bara, kayu bahkan hingga emas yang sangat melimpah.

Namun, banyaknya SDA yang melimpah di Indonesia justru menjadi ladang oleh negara Asing. Dapat dilihat banyaknya perusahan yang merampas kekayaaan Indonesia, tanpa memperdulikan masyarakat sekitar. Dahulu penjajahan mengalami peperangan dan kerja paksa atau semacamnya, tetapi sekarang penjajahan yang tidak begitu terlihat tetapi begitu terasa oleh masyarakat. Sehingga masyarakat Indonesia dianggap anak tiri bagi negaranya sendiri.

Eksploitasi massal dapat menyebabkan Indonesia mengalami krisis SDA. Seperti PT. Freeport, PT Lapindo, dan masih banyak lagi perusahaa-perusahaan yang mengeksploitasi Bumi yang tek henti-hentinya. Layaknya perusahaan pisau dan bumi adalah kulit, banyaknya luka yang dialami oleh Bumi tanpa mengobati atau menambal luka tersebut.

Dewasa ini, masyarakat sudah dapat merasakan dampak berkurangnya SDA. Bagaimana tidak, ketika kemarau datang air sangat sulit untuk ditemukan, dan apabila musim hujan datang banjir melanda dimana saja, akibat banyaknya penebangan liar. Banyak masyarakat menentang para perusahaan yang akan merenggut lahan masyarakat.

Masih hangat dan masih sangat ingat dalam benak kita bagaimana ibu-ibu dari kendeng, rembang yang memasung kakinya dengan semen. Aksi tersebut melawan pabrik semen yang akan beroperasi pada lahan sawah mereka, sekaligus bagaimana menentang ilmu AMDAL. Petani sudah sejak lama mengetahui alamnya, meskipun mereka lulusan sekolah dasar bahkan ada yang tidak sekolah mereka sangat tahu dan ahli dalam yang terjadi pada lingkungan, dibandingkan dengan ilmu AMDAL yang notabene hanya berdalih teori.

Mengapa sedemikian petani mempertahankan lahannya? Dengan hidup yang pas-pasan dan sederhana bila terus petani?. Mereka menjaga dan melindungi alamnya hanya untuk anak-cucu mereka, karena alam yang masih asri sangat takternilai harganya bila dibandingkan dengan apapun.

Aktualisasi Membumi

Bulan Februari adanya suatu kebijakan baru dari pemerintah yang terlihat begitu permasalahan sepele, tetapi sangatlah urgensi untuk dilakukan. Berdasarkan Surat edaran Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada Kepala Daerah melalui surat edaran Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 oleh mengenai Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, bertepatan pada tanggal 17 Februari 2016.

Bagi beberapa kalangan sangatlah mendukung kebijakan ini misal, Mentri, akademisi, CSR dan lainya. Manusia cepat atau lambat akan menyadari setiap perilakunya bahwa telah merusak Bumi. Kebijakan seperti inilah wujud dari kesadaran masyarakat, karena tahu bahwa kantong plastik sesuatu yang sangat sulit dan paling lama terurai. Pertanyaan yang kemudian muncul, seberapa efektifkah kantong plastik berbayar ini?

Efektifitas kantong berbayar masih jauh dari ekspektasi yang ada, pemerinta menetapkan kebijakan tersebut untuk menggugah masyarakat untuk bangun dan melek terhadap lingkungan sekitar. Dengan mengurangi tiap-tiap berbelanja menggunakan wadah kantong plastik, tetapi masyarakat Indonesia sangat lah kaya-kaya, samapai kayanya masyarakat tidak mau tahu kantong plastik berbayar atau tidak. Faktanya masyarakat masih banyak yang membawa kantong sendiri (bukan kantong plastik) ke toko-toko swalayan.

Seharusnya masyarakat dapat mengubah habit lama dengan habit baru, dengan cara membawa kemana-mana kantong atau semacam tas yang dapat menampung belanjaanya sendiri. Masyarakat wajib melek terhadap lingkungan dengan cara menanam pohon di sekitar rumah, membuang sampah pada tempatnya, dan yang paling terpenting menyayangi bumi kita seperti ibu kita sendiri.

Sebagai akhir tulisan ini  yang mengutip dari Pramoedya Ananta Toer bahwa “Berterima kasihlah kepada yang memberi kehidupan”, sebagaimana kutipan tersebut kita harus bertemakasih dengan Bumi ini dengan cara merawat dan menjaganya.

 

Penulis: Iqbal Baikhaqi

 

0 Response to "Bumi untuk Kita"

Post a Comment