Car Free Day = Hari Bebas (Ber)Kendaraan Bermotor?
Friday, April 29, 2016
Add Comment
Sejak tahun 2011 kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau yang lebih dikenal dengan nama Car Free Day (CFD) rutin diselenggarakan satu kali tiap bulannya di Kota Metro, Provinsi Lampung. Bahkan pada awalnya CFD di Kota Metro merupakan yang pertama dan satu-satunya di Provinsi Lampung. Kegiatan CFD ini diselenggarakan tepat di jantung kota yaitu area Taman Merdeka Kota Metro dengan menutup empat ruas jalan yang berbatasan langsung dengan taman tersebut dari akses kendaraan bermotor baik mobil maupun motor.
Berbagai kegiatan mulai dari olahraga, kesenian, budaya, sampai dengan hobi dilakukan bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Metro mulai dari anak-anak sampai orang dewasa tanpa terkecuali. Jumlahnya bahkan bisa mencapai ratusan apabila bertepatan dengan adanya event-event tertentu, seperti pertunjukan musik, senam bersama, pawai budaya, acara sepeda santai, dan sebagainya.
Konsep acaranya sebenarnya sederhana saja, mulai dari pukul 6 sampai 9 pagi masyarakat dipersilahkan untuk mengikuti atau menyelenggarakan berbagai kegiatan yang sebelumnya telah dilaporkan kepada koordinator CFD dari aparat Pemkot Metro. Dan yang paling penting, selama berlangsungnya CFD tersebut, area Taman Merdeka dan sekitarnya tersebut bebas dari asap kendaraan. Adapun warga yang membawa kendaraan dipersilakan untuk memarkir kendaraannya pada tempat yang disediakan.
Ruas-ruas jalan yang biasanya penuh dengan kendaraan bermotor yang lalu-lalang mendadak tergantikan oleh ramainya barisan peserta senam, serunya permainan futsal, sepeda-sepeda antik yang berjejer rapi dengan pemilik-pemiliknya yang mengenakan pakaian tradisional ala tempo dulu, dan orang-orang yang jogging atau sekedar berjalan kaki. Pada momen itu, Taman Merdeka berfungsi maksimal sebagai ruang terbuka publik dan begitu pula ruang-ruang pada ruas jalan yang biasanya menjadi momok bagi pejalan kaki. Dari sini kita bisa lihat bahwa dari konsep yang sederhana tersebut sesungguhnya tersimpan potensi-potensi yang sangat besar untuk pembangunan kota yang ramah lingkungan. Potensi-potensi apa saja yang dimaksud? Disini penulis bermaksud menjabarkan sebagian kecilnya saja.
Potensi yang pertama adalah CFD sebagai sebuah gerakan massal untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan warga kota dan juga sekaligus aparat pemerintah kotanya akan permasalahan lingkungan global terkini yaitu emisi Gas Rumah Kaca atau Green House Gases (GHG) yang didominasi oleh gas karbondioksida. Menurut laporan riset dari World Bank yang diterbitkan dengan judul “Cities and Climate Change: An Urgent Agenda”, luas daerah perkotaan hanya sekitar 2% dari total luas permukaan bumi namun aktivitas warga kota mengkonsumsi 66% persediaan energi di dunia dan melepaskan 70% emisi gas karbondioksida global.
Emisi inilah yang memicu terjadinya pemanasan global. NASA bahkan telah mencatat bahwa bulan Februari 2016 ini telah tercatat sebagai bulan dengan temperatur rata-rata tertinggi di seluruh dunia. Ini bukti nyata betapa seriusnya permasalahan perubahan iklim ini. Kembali ke konsep CFD yang melarang penggunaan kendaraan bermotor pada area tertentu dalam jangka waktu tertentu, tentunya ini menjadi semacam latihan bersama bagi seluruh warga kota yang hadir tanpa terkecuali. Dan sesungguhnya pemilihan lokasi CFD Kota Metro yang tepat di pusat kota yang mana ruas-ruas jalannya tak pernah sepi dari kendaraan bermotor adalah strategi yang jitu untuk mendemonstrasikan saat-saat dimana emisi karbondioksida berhasil dihentikan sejenak.
Potensi yang kedua adalah CFD sebagai fondasi awal dalam perencanaan kepadatan struktur kota (urban density) yang baik sebagai antisipasi dari bencana urban sprawl atau penyebaran guna lahan yang tak terkontrol. Warga kota dengan kepadatan struktur kota yang baik akan lebih mudah dalam mengakses fasilitas publiknya atau guna lahan yang lain seperti fasilitas pendidikan, komersil, bisnis, hunian, dan sebagainya, karena kesemuanya itu terhubung dengan infrastruktur pergerakan kota (urban mobility) yang baik. Infrastruktur urban mobility tersebut misalnya area pejalan kaki, jalur sepeda, dan juga sarana angkutan umum kota yang terintegrasi.
Lewat CFD sesungguhnya pemerintah selaku urban planner bisa melihat secara nyata kebutuhan dan tuntutan warga kota akan adanya infrastruktur-infrastruktur tadi. Kota-kota seperti Groningen, Paris, dan Bogota yang termasuk dalam kota-kota yang telah lebih dulu melakukan CFD terbukti saat ini telah berhasil menciptakan urban mobility system yang baik di kotanya, antara lain misalnya public bike-share dan bus rapid transit. Kota-kota dengan urban density yang baik dan dilengkapi dengan urban mobility yang baik akan dapat mengurangi konsumsi energinya dan juga emisi gas karbondioksida dari penggunaan kendaraan bermotor pribadi yang tidak terkontrol. Struktur Kota Metro yang berupa grid-grid yang terkoneksi dengan baik sesungguhnya sangat berpotensi untuk mencapai itu.
Potensi yang terakhir adalah CFD sebagai uji coba pedestrianisasi. Pedestrianisasi disini adalah upaya untuk mengubah seluruh atau sebagian besar ruas jalan yang tadinya diperuntukkan bagi kendaraan bermotor menjadi area untuk pejalan kaki (pedestrian area). Pedestrianisasi ini bertujuan selain untuk menciptakan jalur pedestrian baru juga bertujuan untuk menambah jumlah ruang terbuka public (public open space) yang dapat juga diubah menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di Indonesia, upaya pedestrianisasi sudah mulai banyak dilakukan seperti misalnya di Kota Bandung dan yang terakhir di Kota Yogyakarta.
Di area CFD Kota Metro pun sebenarnya sudah ada satu ruas jalan yang ditutup yaitu ruas jalan yang memisahkan antara Taman Merdeka dengan halaman Masjid Taqwa Kota Metro. Hanya saja cukup disayangkan area ini sekarang lebih banyak difungsikan sebagai area parkir mobil. Pedestrianisasi ini bisa jadi merupakan solusi bagi kondisi Taman Merdeka yang kini semakin padat dan terkesan semrawut dengan banyaknya pengunjung dan aktivitas-aktivitas komersil hampir setiap harinya. Perlu adanya upaya antisipasi sejak dini agar taman kota kebanggaan warga Kota Metro ini dapat dipertahankan fungsinya sebagai ruang terbuka publik yang utama di kota tersebut.
Itu tadi sebagian kecil dari banyak potensi-potensi yang terdapat dalam pelaksanaan CFD khususnya di Kota Metro, Lampung. Namun sayang sejuta sayang karena bilangan seribu rasanya tidak cukup mengekspresikan kekecewaan penulis. Walaupun kegiatan CFD ini sudah berjalan lebih dari lima tahun namun potensi-potensi tersebut belum ada yang dapat dioptimalkan. CFD hanya terkesan tidak lebih dari sekedar kegiatan rame-rame dan kumpul-kumpul warga kota tanpa ada misi apa pun. Parahnya justru ada masalah baru yang tidak disadari atau tidak dipedulikan yang muncul setiap selesai kegiatan CFD yaitu sampah-sampah yang berserakan di berbagai penjuru taman.
Kondisi ini jelas-jelas tidak mencerminkan suatu kegiatan yang awalnya menyandang misi kepedulian terhadap lingkungan. Ditambah lagi dengan fakta bahwa jika diperhatikan saat ini larangan atau penutupan area CFD dari akses kendaraan bermotor tidak sepenuhnya dilakukan karena motor masih bisa bebas berlalu-lalang di sebagian area kegiatan CFD. Oleh karena itu pemerintah Kota Metro perlu segera melakukan evaluasi, analisis, dan kemudian inovasi untuk mengembalikan idealisme pada kegiatan CFD dengan memformat ulang dan mengoptimalkan potensi-potensi seperti yang telah diuraikan di atas. Jangan sampai CFD yang notabene adalah Hari Bebas (dari) Kendaraan Bermotor malah berubah menjadi Hari Bebas (Ber)kendaraan Bermotor.
Penulis : Fritz Akhmad Nuzir (Doktor Ilmu Arsitektur dan Tata Kota, alumnus The University of Kitakyushu, Japan, Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Bandar Lampung)
Berbagai kegiatan mulai dari olahraga, kesenian, budaya, sampai dengan hobi dilakukan bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Metro mulai dari anak-anak sampai orang dewasa tanpa terkecuali. Jumlahnya bahkan bisa mencapai ratusan apabila bertepatan dengan adanya event-event tertentu, seperti pertunjukan musik, senam bersama, pawai budaya, acara sepeda santai, dan sebagainya.
Konsep acaranya sebenarnya sederhana saja, mulai dari pukul 6 sampai 9 pagi masyarakat dipersilahkan untuk mengikuti atau menyelenggarakan berbagai kegiatan yang sebelumnya telah dilaporkan kepada koordinator CFD dari aparat Pemkot Metro. Dan yang paling penting, selama berlangsungnya CFD tersebut, area Taman Merdeka dan sekitarnya tersebut bebas dari asap kendaraan. Adapun warga yang membawa kendaraan dipersilakan untuk memarkir kendaraannya pada tempat yang disediakan.
Ruas-ruas jalan yang biasanya penuh dengan kendaraan bermotor yang lalu-lalang mendadak tergantikan oleh ramainya barisan peserta senam, serunya permainan futsal, sepeda-sepeda antik yang berjejer rapi dengan pemilik-pemiliknya yang mengenakan pakaian tradisional ala tempo dulu, dan orang-orang yang jogging atau sekedar berjalan kaki. Pada momen itu, Taman Merdeka berfungsi maksimal sebagai ruang terbuka publik dan begitu pula ruang-ruang pada ruas jalan yang biasanya menjadi momok bagi pejalan kaki. Dari sini kita bisa lihat bahwa dari konsep yang sederhana tersebut sesungguhnya tersimpan potensi-potensi yang sangat besar untuk pembangunan kota yang ramah lingkungan. Potensi-potensi apa saja yang dimaksud? Disini penulis bermaksud menjabarkan sebagian kecilnya saja.
Potensi yang pertama adalah CFD sebagai sebuah gerakan massal untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan warga kota dan juga sekaligus aparat pemerintah kotanya akan permasalahan lingkungan global terkini yaitu emisi Gas Rumah Kaca atau Green House Gases (GHG) yang didominasi oleh gas karbondioksida. Menurut laporan riset dari World Bank yang diterbitkan dengan judul “Cities and Climate Change: An Urgent Agenda”, luas daerah perkotaan hanya sekitar 2% dari total luas permukaan bumi namun aktivitas warga kota mengkonsumsi 66% persediaan energi di dunia dan melepaskan 70% emisi gas karbondioksida global.
Emisi inilah yang memicu terjadinya pemanasan global. NASA bahkan telah mencatat bahwa bulan Februari 2016 ini telah tercatat sebagai bulan dengan temperatur rata-rata tertinggi di seluruh dunia. Ini bukti nyata betapa seriusnya permasalahan perubahan iklim ini. Kembali ke konsep CFD yang melarang penggunaan kendaraan bermotor pada area tertentu dalam jangka waktu tertentu, tentunya ini menjadi semacam latihan bersama bagi seluruh warga kota yang hadir tanpa terkecuali. Dan sesungguhnya pemilihan lokasi CFD Kota Metro yang tepat di pusat kota yang mana ruas-ruas jalannya tak pernah sepi dari kendaraan bermotor adalah strategi yang jitu untuk mendemonstrasikan saat-saat dimana emisi karbondioksida berhasil dihentikan sejenak.
Potensi yang kedua adalah CFD sebagai fondasi awal dalam perencanaan kepadatan struktur kota (urban density) yang baik sebagai antisipasi dari bencana urban sprawl atau penyebaran guna lahan yang tak terkontrol. Warga kota dengan kepadatan struktur kota yang baik akan lebih mudah dalam mengakses fasilitas publiknya atau guna lahan yang lain seperti fasilitas pendidikan, komersil, bisnis, hunian, dan sebagainya, karena kesemuanya itu terhubung dengan infrastruktur pergerakan kota (urban mobility) yang baik. Infrastruktur urban mobility tersebut misalnya area pejalan kaki, jalur sepeda, dan juga sarana angkutan umum kota yang terintegrasi.
Lewat CFD sesungguhnya pemerintah selaku urban planner bisa melihat secara nyata kebutuhan dan tuntutan warga kota akan adanya infrastruktur-infrastruktur tadi. Kota-kota seperti Groningen, Paris, dan Bogota yang termasuk dalam kota-kota yang telah lebih dulu melakukan CFD terbukti saat ini telah berhasil menciptakan urban mobility system yang baik di kotanya, antara lain misalnya public bike-share dan bus rapid transit. Kota-kota dengan urban density yang baik dan dilengkapi dengan urban mobility yang baik akan dapat mengurangi konsumsi energinya dan juga emisi gas karbondioksida dari penggunaan kendaraan bermotor pribadi yang tidak terkontrol. Struktur Kota Metro yang berupa grid-grid yang terkoneksi dengan baik sesungguhnya sangat berpotensi untuk mencapai itu.
Potensi yang terakhir adalah CFD sebagai uji coba pedestrianisasi. Pedestrianisasi disini adalah upaya untuk mengubah seluruh atau sebagian besar ruas jalan yang tadinya diperuntukkan bagi kendaraan bermotor menjadi area untuk pejalan kaki (pedestrian area). Pedestrianisasi ini bertujuan selain untuk menciptakan jalur pedestrian baru juga bertujuan untuk menambah jumlah ruang terbuka public (public open space) yang dapat juga diubah menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di Indonesia, upaya pedestrianisasi sudah mulai banyak dilakukan seperti misalnya di Kota Bandung dan yang terakhir di Kota Yogyakarta.
Di area CFD Kota Metro pun sebenarnya sudah ada satu ruas jalan yang ditutup yaitu ruas jalan yang memisahkan antara Taman Merdeka dengan halaman Masjid Taqwa Kota Metro. Hanya saja cukup disayangkan area ini sekarang lebih banyak difungsikan sebagai area parkir mobil. Pedestrianisasi ini bisa jadi merupakan solusi bagi kondisi Taman Merdeka yang kini semakin padat dan terkesan semrawut dengan banyaknya pengunjung dan aktivitas-aktivitas komersil hampir setiap harinya. Perlu adanya upaya antisipasi sejak dini agar taman kota kebanggaan warga Kota Metro ini dapat dipertahankan fungsinya sebagai ruang terbuka publik yang utama di kota tersebut.
Itu tadi sebagian kecil dari banyak potensi-potensi yang terdapat dalam pelaksanaan CFD khususnya di Kota Metro, Lampung. Namun sayang sejuta sayang karena bilangan seribu rasanya tidak cukup mengekspresikan kekecewaan penulis. Walaupun kegiatan CFD ini sudah berjalan lebih dari lima tahun namun potensi-potensi tersebut belum ada yang dapat dioptimalkan. CFD hanya terkesan tidak lebih dari sekedar kegiatan rame-rame dan kumpul-kumpul warga kota tanpa ada misi apa pun. Parahnya justru ada masalah baru yang tidak disadari atau tidak dipedulikan yang muncul setiap selesai kegiatan CFD yaitu sampah-sampah yang berserakan di berbagai penjuru taman.
Kondisi ini jelas-jelas tidak mencerminkan suatu kegiatan yang awalnya menyandang misi kepedulian terhadap lingkungan. Ditambah lagi dengan fakta bahwa jika diperhatikan saat ini larangan atau penutupan area CFD dari akses kendaraan bermotor tidak sepenuhnya dilakukan karena motor masih bisa bebas berlalu-lalang di sebagian area kegiatan CFD. Oleh karena itu pemerintah Kota Metro perlu segera melakukan evaluasi, analisis, dan kemudian inovasi untuk mengembalikan idealisme pada kegiatan CFD dengan memformat ulang dan mengoptimalkan potensi-potensi seperti yang telah diuraikan di atas. Jangan sampai CFD yang notabene adalah Hari Bebas (dari) Kendaraan Bermotor malah berubah menjadi Hari Bebas (Ber)kendaraan Bermotor.
Penulis : Fritz Akhmad Nuzir (Doktor Ilmu Arsitektur dan Tata Kota, alumnus The University of Kitakyushu, Japan, Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Bandar Lampung)
0 Response to "Car Free Day = Hari Bebas (Ber)Kendaraan Bermotor?"
Post a Comment