Membingkai Multikulturalisme dalam Pawai Budaya

Kami baru saja menjejakkan kaki di tanah lapang tepat di samping Kantor Polisi Sektor Sukadana, tempat diselenggarakannya puncak peringatan Hari Ulang Tahun (HUT)  ke-17 Kabupaten Lampung Timur, ketika rinai hujan menyapa bumi. Warga yang telah memadati berbagai sudut tanah lapang hingga jalan-jalan tempat acara berlangsung, tampak tak bergeming menunggu detik-detik acara di mulai.

Minggu (29/5/2016) adalah hari yang sangat bersejarah bagi warga Lampung Timur, karena meskipun telah berusia 17 tahun, Kabupaten Lampung Timur baru kali ini diperingati dengan sangat meriah.

Firdausi Kusuma (17) warga Kecamatan Sukadana, mengaku sangat senang, pemuda yang hobi fotografi tersebut menjelaskan bahwa selama ini, kegiatan-kegiatan serupa dalam rangka HUT Lampung Timur belum pernah dilaksanakan semeriah HUT tahun ini.

“Mungkin karena Bupatinya perempuan, masih muda dan energik sehingga semangat menggelar acara-acara yang melibatkan banyak warga, terutama yang berbau kesenian dan budaya,” komentar Daus sapaan akrab Firdausi Kusuma di lokasi acara.

Firdausi mungkin bisa jadi mewakili seluruh Warga Lampung Timur yang selalu menantikan kegiatan yang merefresentasikan karakter dan budaya mereka. Hal itu terlihat dari ribuan warga yang mengikuti acara yang ditajuk sebagai Carnaval dan Pawai Budaya itu, tetap setia dan terlihat tetap semangat dari awal hingga acara selesai menjelang Magrib.

Sebenarnya, tak ada yang terlalu istimewa dari Carnaval dan Pawai Budaya dalam rangka HUT ke-17 Kabupaten Lampung Timur tersebut, nyaris sama dengan beberapa pawai budaya yang sering diselenggarakan di daerah lain di Lampung, seperti Kota Metro dan Kota Bandarlampung, yang sedikit membedakan adalah setiap perwakilan baik itu dari seluruh kecamatan yang ada di Lampung Timur, Instansi dan sekolah-sekolah yang terlibat, meski memperagakan simbol-simbol tradisi dan budaya yang berbeda-beda selalu disisipkan simbol-simbol ke-Lampung-an, seperti Tapis dan Siger. Fenomena tersebut menjadi penjelas bahwa keragaman budaya di Lampung Timur tetap tidak bisa melupakan bumi yang dipijaknya, Bumi Tuah Pepadan.

Membaurnya ragam budaya dalam Carnaval dan Pawai Budaya di Kabupaten Lampung Timur tahun ini, di samping bisa melahirkan kebanggaan terhadap tradisi dan budaya setempat, di sisi lain juga bisa menjadi media yang efektif untuk membangun solidaritas sesama warga, bahwa meskipun berbeda dan beragam, tetap bisa bersama dan membangun harmoni yang indah. Keragaman justeru bisa melahirkan ritme, variasi gerakan horizontal yang damai, beradab dan indah.

Multikulturalisme di ruang publik sebagaimana tesis Habermas (1989) mampu mengatasi perbedaan-perbedaan kepentingan dan menemukan konsensus bersama. Homogenitas dalam rupa identitas kolektif bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja oleh sejarah. Identitas itu bisa muncul dari isi cair suatu proses sirkular yang berlangsung melalui pelembagaan komunikasi para warga. Maka Carnaval dan Pawai Budaya di Kabupaten Lampung Timur, bisa menjadi salah satu cara memecahkan kebuntuan keragaman etnik dan budaya yang sering mengalami benturan.

Bukan hal yang mustahil, keragamam budaya di Lampung Timur justeru bisa dikelola menjadi satu sisi bagian yang bernilai wisata. Sehingga festival, carnaval atau budaya yang dipamerkan ke depan, bukan lagi sebatas hanya dinikmati oleh warga Lampung Timur saja, tetapi juga menjadi daya tarik wisatawan untuk ikut menikmati dan menyaksikannya, sehingga keragaman dan perbedaan yang sebelumnya kaku dan beku sehingga berpotensi menjadi sumber masalah berubah menjadi berkah yang membanggakan.

Pawai Budaya dan Jawaban 100 Hari Kinerja Pemerintah

“Meskipun baru berjalan selama 100 hari, kita telah mampu melaksanakan 179 kegiatan, baik pekerjaan-pekerjan di sektor fisik maupun non fisik,” jelas Bupati Lampung Timur, Chusnunia Chalim dalam sambutannya pada acara Carnaval dan Pawai Budaya HUT ke-17 Lampung Timur.

Chusnunia Chalim seolah hendak menjawab keraguan publik, bahwa tidak benar jika selama seratus hari kepemimpinannya, ia tidak melakukan apapun. Chusnunia juga menegaskan bahwa HUT ke-17 Lampung Timur tersebut sekaligus juga menjadi peringatan 100 hari kepemimpinannya, yang bisa menjadi momentum untuk terus melakukan instrospeksi dan evaluasi untuk peningkatan kinerja ke depan.

Sambutan yang disampaikan selama 17 menit tersebut, hampir secara keseluruhan berisi penyampaian laporan kinerja 100 hari yang telah dilakukan oleh Bupati dan Wakil Bupati Lampung Timur, Chusnunia Chalim – Zaiful Buchari. Hanya d bagian akhir, Chusnunia menyampaikan tentang keinginan kuatnya untuk menjadikan Lampung Timur sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).

“Meskipun Lampung Timur tidak mendapatkan kluster pariwisata oleh provinsi dan pusat, tetapi karena Kabupaten kita adalah kabupaten yang kaya-raya (potensi pariwisatanya), maka kita akan maksimalkan potensi wisata ini yang insya Allah bisa memberikan dampak menaikkan kesejahteraan rakyat Lampung Timur,” tegas Chusnunia.

Chusnunia tak lupa menyampaikan terimakasih atas dukungan warga atas 100 hari kinerja pemerintahannya, mengucapkan selamat ulang tahun kepada seluruh warga Lampung Timur, sekaligus mengajak seluruh warga untuk terus menerus bergotong-royong membangun Lampung Timur.

“Di Tanah Lampung Timur yang kita cintai dan kaya raya ini, di Bumi Tuah Pepadan ini mari kita bergotong royong membangun Lampung Timur,”

 

 

Penulis : Rahmatul Ummah

 

 

 

 

0 Response to "Membingkai Multikulturalisme dalam Pawai Budaya"

Post a Comment