Ekosufisme: Riyadlah Sufistik Menjaga Alam

Sederhananya tasawuf dapat dipahami sebagai proses pendekatan diri (muraqabah) kepada Allah Swt, mendapat kebenaran, baik melalui pendekatan burhany, irfany¸atau amaly. Yang terakhir disebutkan, pendekatan amaly merupakan ranah epistemologi sufisme yang menghendaki tasawuf menjadi ruang membangun laku keberagamaan secara praksis. Paradigma amali memunculkan tafsir sufisme ke dalam pengertian sederhana, bahwa tasawuf adalah proses takholli, tahlli, dan tajalli.  

Tasawuf lingkungan (ekosufisme) merupakan pengembangan paradigma sufisme yang berorientasi religius-teosentris, religius-antroposentris (tasawuf sosial), menjadi religius-ekosentris. Ekosufisme merupakan konstruk religius dari konsepsi ekosentrisme etika religius-holistik yang memusatkan pada seluruh komunitas ekologis. Ekosufisme manjadi pijakan religius dalam memperlakukan alam secara adil.

Konsep ekosufisme dibentuk melalui kerangka pengertian dan konsep tasawuf secara umum. Pada dasarnya ekosufisme adalah cabang dari disiplin keilmuan tasawuf. Ekosufisme berarti kesadaran lingkungan berbasis sufisme dan atau sebaliknya, sufisme yang membidani kesadaran lingkungan. Artinya, kesadaran dekat dengan Tuhan berdampak pada hubungan yang harmonis pada seluruh ciptaannya. Atau sebaliknya, kesadaran spiritual yang diperoleh dengan cara memaknai interaksi antar sistem terwujud terutama pada lingkungan sekitar (Suwito, 2011)

Ekosufisme adalah proses dialektif-integratif antara kesadaran berlingkungan dan kesadaran berketuhanan. Proses dialektika dan interaksi ini terdiri dari beberapa tahapan, pertama, kesadaran lingkungan tidak dapat dipisahkan dari kesadaran berketuhanan. Kesadaran lingkungan terus membangun dan meningkatkan kesadaran berketuhanan. Hingga mencapai ma’rifatullah dengan media lingkungan. Karena alam merupakan teofani Allah, karena dengan mengerti alam dan mengapresiasi alam dengan baik, berarti telah bisa mengerti tanda akan kehadiran Allah.

Kedua, proses tranformasi dari kesadaran spriritual menuju kesadaran lingkungan., dari keyakinan ke amaliyah praksis. Tranfosmasi ini bertujuan membangun keserasian semesta dan kesesuaian antara sikap seorang sufi dengan sifat Tuhan. Kondisi in yang kemudian menumbuhkan cinta timbal balik antara manusia dengan Tuhan (teosentrisme) manusia dengan manusia (antroposentrisme) dan manusia dengan alam (ekosentrisme)

Alam Sebagai Washilah Bertauhid

Alam adalah washilah (perantara) bagi proses kreatif mencari tauhid, sekaligus menjadi washilah membumikan misi kemanusiaan yang diusung Islam (Muryono, 2014). Untuk menjalani misi religius ini, yakni monoteisme dan keadilan sosial, alam adalah metode sekaligus media. Lewat bantuan alam agama menyebar inspirasi tauhid, dan lewat alam pula misi kemanusiaan dalam tema besar islam dapat membumi. Untuk menemukan inspirasi tauhid, manusia membutuhkan  perantara alam sebagai basis fundamental membangun dimensi rasional dan moral dari keyakinan intuitif ketauhidan. Demikian halnya untuk membangun dan mempertahankan dimensi kemanusiaannya, manusia membutuhkan alam sebagai modal. Karenanya, posisi manusia dengan alam adalah sejajar. Sejajar yang dikehendaki di sini adalah posisi aktual dalam relasi teologis Allah-manusia-alam.

Paradigma tauhid dalam melihat alam sebagai subyek spiritual setidaknya dibangun dari beberapa cara pandang dan etika relasi manusia-alam-Allah, diantaranya: (1) memandang alam sebagai Teofani Allah untuk diberdayakan sebagai modal spiritual mentrasnformasikan sifat-sifat uluhiyah ke dalam laku praksis kehidupan ke dalam tiga relasi: manusia-alam-Allah..(2) memahami alam sebagai makhluk yang berzikir, kemudian mentransformasikan sifat-sifat ke dalam laku praksis kehidupan dalam tiga relasi: manusia-alam-Allah. (3) memandang dan memperlakukan alam sebagai mitra sejajar, sehingga dapat diberdayakan sebagai basis moral ke dalam laku wara’ ekologis (takholli) dan itsar ekologis (tahalli) sehingga dapat membangun mentalitas ramah lingkungan dan memancarkan sifat-sifat uluhiyah dalam relasi manusia-alam-Allah.

Riyadlah Ekosufisme

Dalam menjalankan riyadlah ekosufisme, seseorang harus melalui tiga tahapan. Proses pertama adalah takhalli, yakni membuang sikap buruk seperti rakus, perusak, tamak, serakah, dan sebagainya. Proses selanjutnya adalah tahalli, yakni mengisi jiwa dengan sifat-sifat baik, seperti sifat kasih sayang, merawat, menjaga, dan melestarikan, sebagaimana sifat Allah dalam asmaul husna, sifa-sifat baik ini kemudian dimanifestasikan dengan praksis nyata(tajalli) , diantaranya adalah merawat dan menjaga kelestarian alam.

Takhalli ekologis

Dalam hirarki riyadlah ekologis, seseorang harus mendaki pijakan pertama berupa takhaali ekologis. Riyadlah ini termanifestasikan ke dalam tiga bentuk. Pertama; Taubat ekologis, taubat ekologi berarti melakukan refleksi dengan melibatkan kepekaan hati terhadap fenomena alam, mulai dari keindahan alam hingga bencana ekologis, menyadari dan mencari tahu penyebab bencana ekologis tersebut. Selain itu taubat ekologis juga harus dibarengi dengan penyesalan dan penghentian terhadap segala kegiatan yang dapat membuat bencana ekologis.

Kedua; Wara’ ekologis, yakni melakukan seleksi perbuatan yang menyuburkan hati, sembari menghindari perbuatan yang dapat mengeraskan hati. Akhirnya, secara tidak sadar ia mau dan mampu untuk menghindari perbuatan yang mengotori jiwa akibat berperilaku destruktif terhadap alam.

Ketiga; Zuhud ekologis, yakni dengan penuh kesadaran untuk tidak tergiur dengan kemilauan dunia yang didapat melalui maksiat dan durhaka kepada Allah. Sosorang memilih pola hidup sederhana, dengan kesadaran tidak mau mengeksploitasi alam untuk memperkaya diri.

Tahalli Ekologis

Riyadlah ini termanifestasikan dengan mengamalkan syukur ekologis dan raja’ ekologis. Syukur ekologis berarti mengisi jiwa yang telah dibersihkan dengan sikap menyukuri, merawat alam yang merupakan karunia Tuhan. Menciptakan kreasi untuk membuat rasa syukur tersebut memiliki keberlangsungan (sustainable). Raja’ ekologis berarti mengharapkan keridlaan dan pahala dari Tuhan dari setiap bentuk kegiatan yang bermuatan pelestarian dan penjagaan ekologi sebagai sesuatu yang bernilai ibadah dan sebagai bukti ketaatan kepada Tuhan.

Tajalli Ekologis

Setelah jiwa sudah dibersihkan melalui riyadlah dalam tahapan takhalli ekologis, dan telah diisi dengan perangai yang baik dalam tahalli ekologis, maka tahap selanjutnya adalah mengaktualisasikannya dalam amal praksis (tajalli ekologis). Tajalli ekologis berarti melakukan kegiatan yang telah dirancang untuk mengatasi problem ekologis. Tahapan ini merupakan tahapan aksi seorang hamba sebagai wakil Allah di muka bumi untuk memakmurkan bumi.

Wallahua'lam bisshawab

Tomi Nurrohman

 

 

0 Response to "Ekosufisme: Riyadlah Sufistik Menjaga Alam"

Post a Comment