Demokrasi, Pemilihan Umum Dan Demonstrasi
Sunday, February 26, 2017
Add Comment
Demokrasi Pemilihan Umum lahir dari rahim kekecewaan atas pemerintahan terpusat oleh kaum tertentu. Secara etimologis demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Berangkat dari pengertian tersebut, dapat diambil sebuah maksud bahwa esensi dari demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat. Rakyat memiliki hak untuk menentukan jalannya pemerintahan. Demokrasi bahkan lebih jauh meyakini bahwa setiap orang memiliki hak yang sama. Kesamaan tersebut berkenaan dengan hak untuk berpartisipasi, baik pedagang, bangsawan, kaum minoritas sekalipun memiliki hak berpartisipasi yang sama. Sesungguhnya konsepsi ini sudah berkembang sejak zaman Yunani kuno.
Yunani memiliki tradisi-tradisi demokratis yang terletak dalam dua hal: pertama, mereka mengembangkan suatu sistem kelembagaan canggih yang secara eksplisit didasarkan pada gagasan kekuasaan di tangan rakyat; kedua, prinsip demokrasi mereka sadari dan mereka refleksikan secara eksplisit-filosofis, dengan mempertimbangkan pro dan contra, serta dengan memperbandingkan bentuk demokrasi dengan bentuk pemerintahan lain yang memusatkan kekuasaan pada satu orang atau elite. Konsep yang digunakan oleh Yunani merupakan konsep ledakan partisipasi, setiap warga (kecuali wanita dan budak) berpartisipasi dalam menentukan jalannya pemerintahan (konsep partisipasi langsung). Hal tersebut sangat mungkin dilakukan bagi Yunani karena: a) karena pengertian negara identik dengan pengertian kota, dan yang dimaksud dengan kota pada waktu itu ialah hanya tempat sekitar itu saja, maka wilayah daerahnya sangat terbatas sekali; dan b) karena penduduknya pun sebagai warga kota masih sedikit. Telah disebutkan bahwa demokrasi sudah berkembang sejak zaman Yunani. Perkembangan demokrasi tersebut bukan berarti menjadikan Yunani sebagai owner for the concept of democracy.
Perancis memang menjadi salah satu negara besar yang menghadirkan konsepsi demokrasi dalam negara, namun ternyata islam menghadirkan konsepsi egaliter yang jauh lebih luas. Era Nabi Muhammad saat berada di Madinah menjadi saksi keagungan konsepsi egaliter yang lebih luas. Robbert N Bellah (seorang sosiolog Amerika), dia mengatakan bahwa sistem yang dibangun Nabi adalah a better model for moderen community building than might be imagined (suatu contoh komunitas nasional moderen dan yang lebih baik yang dapat dibayangkan) Lebih jauh Madinah menghilangkan eksklusivisme dan juga egaliter partisipatif. Melihat hal demikian, meskipun tidak dapat disamakan konsepsi kebebasan yang dianut oleh Perancis dan Madinah, sisi partisipasi dan kesamaan menjadi tolok ukur dari nilai demokrasi. Negara moderen dewasa ini tidak hanya membangun negara berdasarkan pada kedaulatan rakyat. Di negara moderen juga berlandaskan pada hukum sebagai kedaulatannya. Kekuasaan tertinggi juga ada pada hukum. Negara berdasarkan atas hukum atau yang disebut dengan nomokrasi. Dalam konsep negara hukum tentunya terdapat pula perlindungan demokrasi.
Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan manifestasi terhadap partisipasi warga negara dalam hal memilih pemimpinnya. Pemimpin di Negara-negara moderen adalah juga merupakan wujud demokrasi itu sendiri. Pemilihan kepala daerah secara langsung membuka potensi terjadinya konflik, konflik yang bersifat elite konflik massa secara horizontal. Konflik ini semakin besar kemungkinan akan terjadi pada masyarakat paternalistic dan primordial, dimana pemimpin dapat memobilisasi pendukungnya Oleh karena itu, dalam kesemarakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, telah menimbulkan adanya gangguan terhadap aktivitas rutin masyarakat, dimana masyarakat akan turut disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah tersebut.
Pertarungan elit politik melibatkan rakyat dengan sekema saling menjatukan dan mengambil hati rakyatnya kini mempengaruhi, agma manjadi kunci kesetaraan, yang seharusnya agama bisa menjadi penengak dalam negara demokrasi bukan menjadi tunggangan elit dalam politik, tidak bisa dipungkiri dengan agama maka ini menjadi perterungan bukan hanya etip parpol tetapi pertarungan segelintir orang yang membawa agama sebaga demokrasi dan sejatinya negara demokrasi membebaskan dari pengaruh agama dalam Pemilihan kepala daerah.
Demonstrasi
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Upaya membangun demokrasi yang berkeadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan damai, dan dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan yang di angkat dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum dan pengaturan ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum dalam pemenuhan jaminan hak asasi manusia.
Jika dilihat dari kacamata Ham dan UUD 1945, menjadi hak setiap warga negara yang bebas mengungkapkan pendapat di muka umum. Apakah ini menjadi momentum atau memang dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan dalam demonstrasi yang dilakukan oleh kalangan orang. Sudah sepatutnya, bagi warga negara yang melakukan demostrasi, negara wajib untuk menjamin dan melindunginya dari ancaman kekerasan dan tindakn yang bisa membahayakan. Demonstrasi juga bertujuan untuk menyuarakan aspirasi yang harus didengar. Banyak tragedi yang bisa dilihat dengan aksi demontrasi untuk rakyat.
Namun belakangan ini menjadi kebablasan demokrasi yang melahirkan demostrasi menjadi nilai elit dalam tungangan kekuasa. Demokrasi kebebasan dalam hal pemilihan kepala daerah dan kebebasan mengungkapkan pendapat di muka umum, menjadi menarik ketika melibatkan agama sebagai pemersatu juga ikut mengganyang dan meramaikan pemilihan kepala daerah. Bagamana sentra power agama juga bisa menjadi jalan dalam keikutsertaan meramaikan panggung demokrasi yang beranak demonstrasi.
Rico Andreas (Front Mahasiswa Nasional Lampung)
Yunani memiliki tradisi-tradisi demokratis yang terletak dalam dua hal: pertama, mereka mengembangkan suatu sistem kelembagaan canggih yang secara eksplisit didasarkan pada gagasan kekuasaan di tangan rakyat; kedua, prinsip demokrasi mereka sadari dan mereka refleksikan secara eksplisit-filosofis, dengan mempertimbangkan pro dan contra, serta dengan memperbandingkan bentuk demokrasi dengan bentuk pemerintahan lain yang memusatkan kekuasaan pada satu orang atau elite. Konsep yang digunakan oleh Yunani merupakan konsep ledakan partisipasi, setiap warga (kecuali wanita dan budak) berpartisipasi dalam menentukan jalannya pemerintahan (konsep partisipasi langsung). Hal tersebut sangat mungkin dilakukan bagi Yunani karena: a) karena pengertian negara identik dengan pengertian kota, dan yang dimaksud dengan kota pada waktu itu ialah hanya tempat sekitar itu saja, maka wilayah daerahnya sangat terbatas sekali; dan b) karena penduduknya pun sebagai warga kota masih sedikit. Telah disebutkan bahwa demokrasi sudah berkembang sejak zaman Yunani. Perkembangan demokrasi tersebut bukan berarti menjadikan Yunani sebagai owner for the concept of democracy.
Perancis memang menjadi salah satu negara besar yang menghadirkan konsepsi demokrasi dalam negara, namun ternyata islam menghadirkan konsepsi egaliter yang jauh lebih luas. Era Nabi Muhammad saat berada di Madinah menjadi saksi keagungan konsepsi egaliter yang lebih luas. Robbert N Bellah (seorang sosiolog Amerika), dia mengatakan bahwa sistem yang dibangun Nabi adalah a better model for moderen community building than might be imagined (suatu contoh komunitas nasional moderen dan yang lebih baik yang dapat dibayangkan) Lebih jauh Madinah menghilangkan eksklusivisme dan juga egaliter partisipatif. Melihat hal demikian, meskipun tidak dapat disamakan konsepsi kebebasan yang dianut oleh Perancis dan Madinah, sisi partisipasi dan kesamaan menjadi tolok ukur dari nilai demokrasi. Negara moderen dewasa ini tidak hanya membangun negara berdasarkan pada kedaulatan rakyat. Di negara moderen juga berlandaskan pada hukum sebagai kedaulatannya. Kekuasaan tertinggi juga ada pada hukum. Negara berdasarkan atas hukum atau yang disebut dengan nomokrasi. Dalam konsep negara hukum tentunya terdapat pula perlindungan demokrasi.
Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan manifestasi terhadap partisipasi warga negara dalam hal memilih pemimpinnya. Pemimpin di Negara-negara moderen adalah juga merupakan wujud demokrasi itu sendiri. Pemilihan kepala daerah secara langsung membuka potensi terjadinya konflik, konflik yang bersifat elite konflik massa secara horizontal. Konflik ini semakin besar kemungkinan akan terjadi pada masyarakat paternalistic dan primordial, dimana pemimpin dapat memobilisasi pendukungnya Oleh karena itu, dalam kesemarakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, telah menimbulkan adanya gangguan terhadap aktivitas rutin masyarakat, dimana masyarakat akan turut disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah tersebut.
Pertarungan elit politik melibatkan rakyat dengan sekema saling menjatukan dan mengambil hati rakyatnya kini mempengaruhi, agma manjadi kunci kesetaraan, yang seharusnya agama bisa menjadi penengak dalam negara demokrasi bukan menjadi tunggangan elit dalam politik, tidak bisa dipungkiri dengan agama maka ini menjadi perterungan bukan hanya etip parpol tetapi pertarungan segelintir orang yang membawa agama sebaga demokrasi dan sejatinya negara demokrasi membebaskan dari pengaruh agama dalam Pemilihan kepala daerah.
Demonstrasi
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Upaya membangun demokrasi yang berkeadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan damai, dan dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan yang di angkat dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum dan pengaturan ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum dalam pemenuhan jaminan hak asasi manusia.
Jika dilihat dari kacamata Ham dan UUD 1945, menjadi hak setiap warga negara yang bebas mengungkapkan pendapat di muka umum. Apakah ini menjadi momentum atau memang dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan dalam demonstrasi yang dilakukan oleh kalangan orang. Sudah sepatutnya, bagi warga negara yang melakukan demostrasi, negara wajib untuk menjamin dan melindunginya dari ancaman kekerasan dan tindakn yang bisa membahayakan. Demonstrasi juga bertujuan untuk menyuarakan aspirasi yang harus didengar. Banyak tragedi yang bisa dilihat dengan aksi demontrasi untuk rakyat.
Namun belakangan ini menjadi kebablasan demokrasi yang melahirkan demostrasi menjadi nilai elit dalam tungangan kekuasa. Demokrasi kebebasan dalam hal pemilihan kepala daerah dan kebebasan mengungkapkan pendapat di muka umum, menjadi menarik ketika melibatkan agama sebagai pemersatu juga ikut mengganyang dan meramaikan pemilihan kepala daerah. Bagamana sentra power agama juga bisa menjadi jalan dalam keikutsertaan meramaikan panggung demokrasi yang beranak demonstrasi.
Rico Andreas (Front Mahasiswa Nasional Lampung)
0 Response to "Demokrasi, Pemilihan Umum Dan Demonstrasi"
Post a Comment