Inspirasi Hernowo dan Spirit Menekuni Dunia Literasi
Sunday, February 5, 2017
Add Comment
Saya mulai belajar menulis saat duduk di bangku kuliah di IAIN (sekarang UIN) Sunan Ampel Surabaya. Sebagaimana mereka yang belajar menulis, saya sering gagal menghasilkan tulisan. Saat itu yang saya coba tulis adalah artikel. Berkali-kali saya mencoba menulis dan berkali-kali pula gagal.
Sempat beberapa kali terbersit rasa putus asa. Saya pun berhenti belajar menulis. Beruntungnya selalu ada faktor-faktor pemantik yang membuat saya kembali berusaha menulis. Mencoba dan terus mencoba sampai sebuah artikel bisa selesai. Artikel itu lalu saya kirim ke Harian Surya yang terbit di Surabaya.
Satu kali mengirim, tanpa kabar. Sempat berharap tapi tetapi harapan itu hanya hampa belaka. Tertatih saya mencoba membuat artikel lagi. Sungguh tidak mudah. Setelah berjibaku dengan kegagalan, sebuah artikel akhirnya selesai. Segera saya kirim dengan penuh harap. Namun harapan itu masih juga belum terwujud.
Entah energi dari mana yang membuat saya mampu melakoni kegiatan menulis tanpa hasil tersebut. Mungkin mimpi menjadi penulis yang menjadi daya dorongnya. Mungkin juga motivasi dari sana-sini. Sampai suatu kali, setelah artikel yang lebih dari dua puluh, artikel saya berhasil nangkring di rubrik “Kolom Komentar” Harian Surya Surabaya.
Itu terjadi pada bulan Oktober 1996. Jangan bertanya soal perasaan saya saat itu. Sudah pasti bahagia tidak terkira. Rasa percaya diri membumbung tinggi. Saya membayangkan diri saya sebagai seorang penulis. Semua penulis saya kira juga mengalami hal yang sama.
Begitulah, masa kuliah S-1 antara tahun 1994-1998 adalah masa awal saya belajar menulis. Jatuh bangun tidak terhitung. Semangat menulis naik-turun. Kata produktif menulis belum masuk ke dalam kamus.
Saat itu, saya benar-benar belajar. Tapi hasilnya masih jauh dari harapan. Belajar dengan membaca buku-buku tentang menulis menjadi medianya.
Seiring dinamika menekuni dunia menulis yang belum stabil, saya menemukan sebuah buku yang sangat luar biasa. Judulnya Mengikat Makna, Kiat-kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku. Buku ber-cover unik dengan sampul dasar kuning itu diterbitkan oleh Kaifa, lini penerbit Mizan. Di bagian bawah tertera nama penulisnya yang dicetak dengan huruf besar semua, HERNOWO, General Manager Editorial Penerbit Mizan.
Buku yang saya miliki adalah cetakan ketiga, edisi tahun 2002. Begitu membuka isinya, saya sungguh terpesona. Bentuk buku tersebut benar-benar berbeda dengan buku-buku yang lainnya. Unik dan menarik. Membangkitkan minat saya menelusuri halaman demi halaman.
Saya membaca buku karya Hernowo tersebut dengan penuh minat. Sungguh, saya terpesona dengan isinya. Ada banyak sekali ilmu yang saya peroleh di dalamnya. Salah satu yang saya baca berulang-ulang adalah lima sikap yang perlu dibangun saat membaca. Kelima sikap tersebut adalah: (1) sabar; (2) telaten; (3) tekun; (4) gigih; dan (5) sungguh-sungguh.
Sebelum menemukan lima sikap sebagaimana termuat di halaman 68, saya membaca “asal-asalan”. Banyak buku yang sudah saya baca dan banyak pula yang tidak masuk di ingatan. Setelah merenungkan formula yang ditawarkan Hernowo, saya kemudian membangun formula orientasi membaca, yaitu “Orientasi paham, bukan orientasi khatam”.
Pada tataran implementasi, orientasi ini berupa membaca “ngemil”. Ya, membaca yang dilakukan sedikit demi sedikit sampai paham. Jika dicermati, aspek ini berkaitan erat dengan lima sikap di atas.
Aktivitas membaca berkaitan erat dengan menulis. Keduanya ibarat dua sisi mata uang. Membaca akan lebih bermakna jika hasil bacaan ditulis. Hernowo menyebutnya sebagai “Mengikat Makna”.
Begitulah, buku “Mengikat Makna” telah menorehkan pengaruh yang sangat besar terhadap perjalanan saya menekuni dunia menulis. Hernowo dan buku-buku yang ditulisnya adalah sumber energi menulis yang sungguh luar biasa. Saya merasakan betul energi itu saat saya membutuhkannya.
Sebagai manusia biasa, spirit menulis yang saya miliki sifatnya fluktuatif. Saat sedang bersemangat, menulis belembar-lembar rasanya nikmat sekali. Tidak terasa ide demi ide mengalir begitu derasnya. Tetapi saat tidak semangat, satu baris pun tidak mampu tertulis.
Pada kondisi semacam ini buku-buku karya Hernowo mengambil peranan yang signifikan. Membaca buku Hernowo mampu mengembalikan semangat saya untuk kembali membaca dan menulis.
Buku Quantum Writing, Cara Cepat Nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis (Bandung: MLC, 2003) memberikan perspektif menulis yang cukup mencerahkan. Sama seperti buku Mengikat Makna, buku Quantum Writing semakin meneguhkan semangat saya dalam menulis. Satu kutipan penting yang sangat penting ada di halaman 26:
Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa! Fatima Mernissi
Coba simak kutipan tersebut. Menulis itu harus dilakukan setiap hari. Rutin menulis setiap hari sungguh tidak mudah. Butuh usaha keras untuk menjalankannya. Tidak jarang saya gagal, tetapi saya selalu berusaha. Inspirasi dari kutipan tersebut kembali terngiang. Dan saya kembali mencoba untuk menulis setiap hari.
Kutipan lain yang tampaknya cukup favorit bagi Hernowo berasal dari psikolog Dr. James W. Peanebaker Sebagaimana yang tertulis di halaman 38:
Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih posistif, dan kesehatan yang lebih baik.
Menulis itu banyak sekali manfaatnya. Salah satunya adalah manfaat terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Orang yang rutin mengeluarkan beban di pikirannya dalam bentuk tertulis lebih sehat dibandingkan mereka yang memendam berbagai hal dalam pikirannya. Menulis, dengan demikian, adalah mekanisme menggelontorkan berbagai hal destruktif dari dalam diri.
Dunia literasi—membaca dan menulis—menjadi tema utama sebagian besar buku Hernowo. Hampir semua karyanya pernah saya baca. Semuanya menarik dan menginspirasi. Seperti tidak kenal lelah, Hernowo terus berjuang menyuarakan pentingnya membaca dan menulis.
Perjuangan yang tidak kenal lelah itu membuat Hernowo lekat dengan dunia yang ia ciptakan, yaitu “Mengikat Makna”. Usahanya menyebarluaskan gagasan telah menginspirasi sangat banyak orang. Hari-harinya diisi dengan aktivitas yang berkaitan dengan “Mengikat Makna” di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Mengajar, workshop, seminar dan kegiatan sejenis menjadi aktivitas sehari-harinya. Dan jangan lupa, ia terus menulis dan membagikan tulisannya di facebook dan grup WA.
Meskipun buku-bukunya bertema membaca dan menulis, bukan berarti isinya monoton. Sama sekali tidak. Hernowo adalah pembaca buku kelas berat. Maka, hasil bacaannya selalu memperkaya tulisannya. Terlihat sekali di setiap bukunya selalu ada hal baru yang ia tawarkan.
Buku karyanya yang ke-37 adalah bukti nyata bahwa Hernowo adalah pembelajar sejati. Buku berjudul Flow di Era Socmed, Efek-Dahsyat Mengikat Makna (Bandung: Kaifa, 2016) menawarkan hal baru yang semakin sempurna dibandingkan di buku-buku sebelumnya.
Bagian yang sangat menarik adalah ulasannya tentang free writing. Hernowo menyarankan agar seorang penulis membiasakan melakukan free writing setiap harinya. Jika setiap hari menyediakan waktu 20 menit, hasilnya sungguh luar biasa.
Praktik free writing itu mengalir bebas, sesuai dengan namanya. Hernowo menyarankan agar: Saat mempraktikkan free writing, bayangkanlah anda sedang memanfaatkan otak kanan yang luwes, lebih terbuka, dan bebas. Ketika menulis, Anda boleh mengalirkan apa saja yang membuat diri anda nyaman dan tidak memikirkan apakah yang anda alirkan tersebut salah atau benar (h. 59)
Tentunya ada banyak hal menarik yang ia ulas. Saya yakin di buku-buku berikutnya akan selalu ada hal baru, unik, dan menarik. Aspek semacam inilah yang membuat saya selalu merindukan buku-buku Hernowo. Buku beliau sangat besar peranannya dalam menjaga spirit saya dalam menulis. []
Ngainun Naim (Dosen IAIN Tulungagung)
Sempat beberapa kali terbersit rasa putus asa. Saya pun berhenti belajar menulis. Beruntungnya selalu ada faktor-faktor pemantik yang membuat saya kembali berusaha menulis. Mencoba dan terus mencoba sampai sebuah artikel bisa selesai. Artikel itu lalu saya kirim ke Harian Surya yang terbit di Surabaya.
Satu kali mengirim, tanpa kabar. Sempat berharap tapi tetapi harapan itu hanya hampa belaka. Tertatih saya mencoba membuat artikel lagi. Sungguh tidak mudah. Setelah berjibaku dengan kegagalan, sebuah artikel akhirnya selesai. Segera saya kirim dengan penuh harap. Namun harapan itu masih juga belum terwujud.
Entah energi dari mana yang membuat saya mampu melakoni kegiatan menulis tanpa hasil tersebut. Mungkin mimpi menjadi penulis yang menjadi daya dorongnya. Mungkin juga motivasi dari sana-sini. Sampai suatu kali, setelah artikel yang lebih dari dua puluh, artikel saya berhasil nangkring di rubrik “Kolom Komentar” Harian Surya Surabaya.
Itu terjadi pada bulan Oktober 1996. Jangan bertanya soal perasaan saya saat itu. Sudah pasti bahagia tidak terkira. Rasa percaya diri membumbung tinggi. Saya membayangkan diri saya sebagai seorang penulis. Semua penulis saya kira juga mengalami hal yang sama.
Begitulah, masa kuliah S-1 antara tahun 1994-1998 adalah masa awal saya belajar menulis. Jatuh bangun tidak terhitung. Semangat menulis naik-turun. Kata produktif menulis belum masuk ke dalam kamus.
Saat itu, saya benar-benar belajar. Tapi hasilnya masih jauh dari harapan. Belajar dengan membaca buku-buku tentang menulis menjadi medianya.
Seiring dinamika menekuni dunia menulis yang belum stabil, saya menemukan sebuah buku yang sangat luar biasa. Judulnya Mengikat Makna, Kiat-kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku. Buku ber-cover unik dengan sampul dasar kuning itu diterbitkan oleh Kaifa, lini penerbit Mizan. Di bagian bawah tertera nama penulisnya yang dicetak dengan huruf besar semua, HERNOWO, General Manager Editorial Penerbit Mizan.
Buku yang saya miliki adalah cetakan ketiga, edisi tahun 2002. Begitu membuka isinya, saya sungguh terpesona. Bentuk buku tersebut benar-benar berbeda dengan buku-buku yang lainnya. Unik dan menarik. Membangkitkan minat saya menelusuri halaman demi halaman.
Saya membaca buku karya Hernowo tersebut dengan penuh minat. Sungguh, saya terpesona dengan isinya. Ada banyak sekali ilmu yang saya peroleh di dalamnya. Salah satu yang saya baca berulang-ulang adalah lima sikap yang perlu dibangun saat membaca. Kelima sikap tersebut adalah: (1) sabar; (2) telaten; (3) tekun; (4) gigih; dan (5) sungguh-sungguh.
Sebelum menemukan lima sikap sebagaimana termuat di halaman 68, saya membaca “asal-asalan”. Banyak buku yang sudah saya baca dan banyak pula yang tidak masuk di ingatan. Setelah merenungkan formula yang ditawarkan Hernowo, saya kemudian membangun formula orientasi membaca, yaitu “Orientasi paham, bukan orientasi khatam”.
Pada tataran implementasi, orientasi ini berupa membaca “ngemil”. Ya, membaca yang dilakukan sedikit demi sedikit sampai paham. Jika dicermati, aspek ini berkaitan erat dengan lima sikap di atas.
Aktivitas membaca berkaitan erat dengan menulis. Keduanya ibarat dua sisi mata uang. Membaca akan lebih bermakna jika hasil bacaan ditulis. Hernowo menyebutnya sebagai “Mengikat Makna”.
Begitulah, buku “Mengikat Makna” telah menorehkan pengaruh yang sangat besar terhadap perjalanan saya menekuni dunia menulis. Hernowo dan buku-buku yang ditulisnya adalah sumber energi menulis yang sungguh luar biasa. Saya merasakan betul energi itu saat saya membutuhkannya.
Sebagai manusia biasa, spirit menulis yang saya miliki sifatnya fluktuatif. Saat sedang bersemangat, menulis belembar-lembar rasanya nikmat sekali. Tidak terasa ide demi ide mengalir begitu derasnya. Tetapi saat tidak semangat, satu baris pun tidak mampu tertulis.
Pada kondisi semacam ini buku-buku karya Hernowo mengambil peranan yang signifikan. Membaca buku Hernowo mampu mengembalikan semangat saya untuk kembali membaca dan menulis.
Buku Quantum Writing, Cara Cepat Nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis (Bandung: MLC, 2003) memberikan perspektif menulis yang cukup mencerahkan. Sama seperti buku Mengikat Makna, buku Quantum Writing semakin meneguhkan semangat saya dalam menulis. Satu kutipan penting yang sangat penting ada di halaman 26:
Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa! Fatima Mernissi
Coba simak kutipan tersebut. Menulis itu harus dilakukan setiap hari. Rutin menulis setiap hari sungguh tidak mudah. Butuh usaha keras untuk menjalankannya. Tidak jarang saya gagal, tetapi saya selalu berusaha. Inspirasi dari kutipan tersebut kembali terngiang. Dan saya kembali mencoba untuk menulis setiap hari.
Kutipan lain yang tampaknya cukup favorit bagi Hernowo berasal dari psikolog Dr. James W. Peanebaker Sebagaimana yang tertulis di halaman 38:
Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih posistif, dan kesehatan yang lebih baik.
Menulis itu banyak sekali manfaatnya. Salah satunya adalah manfaat terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Orang yang rutin mengeluarkan beban di pikirannya dalam bentuk tertulis lebih sehat dibandingkan mereka yang memendam berbagai hal dalam pikirannya. Menulis, dengan demikian, adalah mekanisme menggelontorkan berbagai hal destruktif dari dalam diri.
Dunia literasi—membaca dan menulis—menjadi tema utama sebagian besar buku Hernowo. Hampir semua karyanya pernah saya baca. Semuanya menarik dan menginspirasi. Seperti tidak kenal lelah, Hernowo terus berjuang menyuarakan pentingnya membaca dan menulis.
Perjuangan yang tidak kenal lelah itu membuat Hernowo lekat dengan dunia yang ia ciptakan, yaitu “Mengikat Makna”. Usahanya menyebarluaskan gagasan telah menginspirasi sangat banyak orang. Hari-harinya diisi dengan aktivitas yang berkaitan dengan “Mengikat Makna” di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Mengajar, workshop, seminar dan kegiatan sejenis menjadi aktivitas sehari-harinya. Dan jangan lupa, ia terus menulis dan membagikan tulisannya di facebook dan grup WA.
Meskipun buku-bukunya bertema membaca dan menulis, bukan berarti isinya monoton. Sama sekali tidak. Hernowo adalah pembaca buku kelas berat. Maka, hasil bacaannya selalu memperkaya tulisannya. Terlihat sekali di setiap bukunya selalu ada hal baru yang ia tawarkan.
Buku karyanya yang ke-37 adalah bukti nyata bahwa Hernowo adalah pembelajar sejati. Buku berjudul Flow di Era Socmed, Efek-Dahsyat Mengikat Makna (Bandung: Kaifa, 2016) menawarkan hal baru yang semakin sempurna dibandingkan di buku-buku sebelumnya.
Bagian yang sangat menarik adalah ulasannya tentang free writing. Hernowo menyarankan agar seorang penulis membiasakan melakukan free writing setiap harinya. Jika setiap hari menyediakan waktu 20 menit, hasilnya sungguh luar biasa.
Praktik free writing itu mengalir bebas, sesuai dengan namanya. Hernowo menyarankan agar: Saat mempraktikkan free writing, bayangkanlah anda sedang memanfaatkan otak kanan yang luwes, lebih terbuka, dan bebas. Ketika menulis, Anda boleh mengalirkan apa saja yang membuat diri anda nyaman dan tidak memikirkan apakah yang anda alirkan tersebut salah atau benar (h. 59)
Tentunya ada banyak hal menarik yang ia ulas. Saya yakin di buku-buku berikutnya akan selalu ada hal baru, unik, dan menarik. Aspek semacam inilah yang membuat saya selalu merindukan buku-buku Hernowo. Buku beliau sangat besar peranannya dalam menjaga spirit saya dalam menulis. []
Ngainun Naim (Dosen IAIN Tulungagung)
0 Response to "Inspirasi Hernowo dan Spirit Menekuni Dunia Literasi"
Post a Comment