Jimat Para Pengkhianat

Jiang Gan berwajah baik dan agak lugu. Tipikal orang berparas baik lagi santun, terlebih ia miliki cukup kecakapan. Sayang, ia miliki jiwa rapuh, terutama bila bersanding dengan kawan kecilnya: Zhou Yu.

Zhou Yu bukan tak tahu obsesi kawannya itu untuk mengalahkannya. Termasuk ketika ia datang sekonyong-konyong untuk menawarkan satu bujuk rayu buat bergabung dengan Cao Cao. Alhasil, ia bersiasat untuk menaklukkan hati Zhou Yu, yang berarti mengalahkan pula kawan lamanya. Yakni dalam soal menutup kecerdikan muslihat pembujukan. Sayang, ringkas kisah, muslihat itu malah bukan saja gagal, justru datangnya Jiang Gan kesempatan Zhou Yu buat menghukum dua panglima armada laut yang menyeberang ke kubu Cao Cao: Cai Mao dan Zhang Yun.

Dengan muslihat sebagai penyusup, surat siasat yang sengaja diumpamakan Zhou Yu dipercayai Jiang Gan bahkan Cao Cao. Insiden perburuan kapal Tiga Kerajaan yang menghabiskan banyak panah di pasukan Cao Cao jadi bukti tak terbantahkan. Hukuman pun dibuat cepat: Cai Mao dan Zhang Yun dieksekusi tebas leher. Cao Cao lupa, tanpa keduanya di situlah awal kekalahan meeeka karena pasukan mereka aslinya berkekuatan darat. Tanpa dua komando "pengkhianat" tadi, akan mudah markas mereka diserang.

Pembaca budiman, petahana Jakarta memang bermodal amat besar dengan dikunyah opini media agung plus main mata sebagian pemangku kekuasaaan. Ini kasatmata adanya. Ini aset daya tarik buat para pemilik mental seperti Jiang Gan, Cai Mao, dan Zhang Yun. Mereka bukan insan biasa. Mereka miliki potensi dan kepahaman agama. Sayangnya, ada soal di hati yang membikin mereka berlaku pragmatis dan memilih memintas ke kubu lawan umat. Soal dalil, ada saja yang bisa mereka tafsirkan dan/atau temukan. Soal kebenarannya, nanti dulu.

Orang-orang yang sepintas paripurna baik bahkan berparas sarat iman ini jangan pernah diragukan kapasitasnya. Ada profesor syuriah di tanah seberang, ada profesor antropologi di Tanah Suci, menantu kiyai yang tak malu memelihara herder buat bergaya, sampai empu wajah teduh penuh zuhud: pengelola situs sarat fitnah tapi dibanggakan pencinta Paduka di Istana.

Mereka dengan sadar menemukan "kebenaran" di tempat lain. Dan Bersama kubu lain meski kadang mereka kurang jeli membaca fenomena. Mereka memilih bertahan membela mati ketimbang menganulir sikap, hanya karena di kubu "lawan" ada para wajah garang penguasa keislaman: wahabi; Islam garis keras, dan ragam stereotip lainnya. Bersama mereka hati abadi tak nyaman. Maka bersama penjahat pun lebih afdhal. Penjahat di mata saudara seiman, tetapi reformis di mata dirinya.

Menghadapi mereka tak cukup dengan persangkaan. Atau label curiga dengan dasar benci. Mesti ada firasat yang dilandasi pengalaman, kecerdasan hati, dan teguhnya keyakinan. Serupa diperbuat Zhou Yu dalam menilai perangai manis kawan dekatnya.

Begitulah hari ini kita dihadapkan insan serupa itu. Mengajak suara kebajikan tapi sebenarnya sebuah kekeliruan fatal. Mengejek suara baik kita sebagai kesalahan amat besar. Dan seterusnya. Orang-orang itu hari ini memilih sadar berbeda dengan Jamaah umat. Memilih bersama lawan risalah haq demi kepentingan beragam. Serupa Jiang Gan, Cai Mao, dan Zhang Yun.

Sayangnya, secerdas apa pun mereka, watak culas akan jadi pintu masuk memperalat bos mereka. Seperti Zhou Yu mengirimkan surat rahasia buat menjebak kawan lama dan terutama Cao Cao. Mestinya kepongahan menggebu oleh para peniup buhul media sosial kubu petahana Jakarta jadi pintu lebar memukul jenderal perangnya. Dan suara memuji secepat gonggongan anjing sudah berlaku. Menuju lawan politik yang dulu dicemooh. Inilah satu awalan mereka rapuh. Rapuh serupa Jiang Gan yang selalu bergegas lagi tak sabaran.

Barangkali karakter atau watak tersebut terlahir sepadan dengan jiwa amarah sang petahana.[]

Yusuf Maulana

0 Response to "Jimat Para Pengkhianat"

Post a Comment