Nilai Pancasila Dalam Kemajemukan Budaya Indonesia
Wednesday, August 23, 2017
Add Comment
Keberagaman
menjamin kehormatan antarmanusia di atas perbedaan, dari seluruh prinsip ilmu
pengetahuan yang berkembang di dunia, baik ilmu ekonomi, politik, hukum, dan
sosial. Hak asasi manusia memperoleh tempat terhormat di dunia, hak memperoleh
kehidupan, kebebasan dan kebahagiaan yang dirumuskan oleh MPR, dan ketika
amandemen UUD `45, pasal 28, ditambah menjadi 10 ayat dengan memasukkan
substansi hak pencapaian tujuan di dalam pembukaan UUD `45. Pancasila yang digali dan dirumuskan
para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas yang telah teruji. Pancasila
adalah rasionalitas kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama,
multi bahasa, multi budaya, dan multi ras yang bernama Indonesia.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung
nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manuasia monodualis
yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu
persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang
berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena
perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas
elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah
beranekaragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang
diliukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukan untuk diruncingkan
menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang
saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan
tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan,
etnis, suku, ras, indvidu, maupun golongan agama. Mengatasi dalam arti
memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara
memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama
untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat
integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap
warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum
(kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam
kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan
suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kebinekaan yang kita miliki harus dijaga
sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang
bermartabat, yang berdiri tegak di atas moral dan etika bangsa kita sesuai
dengan keragaman budaya kita sendiri. Untuk menjaga kebhinekaan yang
bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebhinekaan mesti ditolak,
pada saat yang sama segala sesuatu yang mengancam moral kebhinekaan mesti
diberantas. Karena kebhinekaan yang bermatabat di atas moral bangsa yang kuat
pastilah menjunjung eksistensi dan martabat manusia berbeda.
2. Pengaruh
Budaya Luar terhadap Budaya Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau
beranekaragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan
besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan Kebudayaan
Arab. Kebudayaan
India masuk dari penyebaran agama Hindu dan Budha di Nusantara jauh sebelum
Indonesia terbentuk.
Dari
waktu ke waktu budaya barat semakin marak
dan diserap dengan mudah oleh masyarakat kita. Tidak peduli budaya itu merusak
ataukah tidak, namun nampaknya masyarakat kita lebih suka menghadapi
budaya-budaya luar itu daripada melestarikan budaya tanah airnya sendiri. Hal
ini harus bisa disikapi dengan seksama karena bila kebiasaan ini terus
berlangsung tanpa proses penyaringan dan pengontrolan, maka dapat dipastikan
bahwa budaya Indonesia akan hilang lenyap tinggal nama. Permasalahan ini timbul
bukan karena faktor luar, namun timbul dari diri pribadi masing-masing warga
masyarakat yang seakan malu dan menganggap kuno budayanya sendiri. Beberapa
contoh budaya asing yang sangat negatif namun telah marak di Indonesia yaitu
freesex, pengkonsomsian narkoba, dan abortus. Freesex ini bukan hanya dilakukan
oleh orang dewasa saja, namun dari golongan remajalah yang sekarang ini marak
diberikan misalnya saja kasus Itenas. Pengkonsomsian narkoba dilakukan orang
barat untuk merilekskan pikiran mereka dari berbagai macam kerumitan hidup,
untuk menambah stamina, semangat, dan kreatifitas saat bekerja itupun dengan
dosis aman bagi mereka. Namun di Indonesia mengkonsumsi narkoba adalah ajang
coba-coba dan cara menghilangkan stres tanpa mengetahui kandungan zat berbahaya
yang ada di dalamnya. Sehingga tidak jarang kasus kematian, tindak kriminal dan
kenakalan remaja yang disebabkan benda haram tersebut. Kasus abortus ini
sebenarnya tidak terlalu jauh hubungannya dengan kasus freesex inilah banyak
kaum wanita yang hamil di luar nikah dan karena rasa malu kebanyakan para
wanita itu melakukan aborsi. Selain dibenci oleh Tuhan, kegiatan ini dapat
mencelakai pihak wanita itu sendiri. Namun, selain mempunyai sisi negatif
budaya barat juga memnpunyai pengaruh positif pada budaya Indonesia, misalnya
dalam bidang IPTEK, pembangunan, dsb, yang tentunya kesemuanya itu tidak
terlepas dari pengawasan Pancasila sebagai paradigma kehidupan di Indonesia.
Dalam penjelasan di atas jelas
sekali bahwa kebudayaan luar sangat berpengaruh pada kebudayaan Indonesia,
tinggal bagaimana cara kita menyaring dan menyeleksi budaya-budaya luar itu
agar tidak merusak budaya kita. Budaya luar yang sesuai dengan kepribadian bangsa dapat
diterapkan guna memperkaya budaya Indonesia. Sedangkan budaya luar yang tidak
sesuai hendaknya kita buang jauh-jauh agar tidak menjadi kebiasaan yang buruk
di masyarakat.
3.Konflik
yang Muncul Akibat Adanya Keanekaragaman Budaya Indonesia.
Kesalahan
budaya sering terjadi di Indonesia masa kini karena banyak pemimpin Indonesia
menggunakan ukuran budaya asalnya sendiri dalam menghadapi masalah-masalah di
wilayah budaya lain.
Kesalahpahaman atau konflik yang timbul akibat
adanya keanekaragaman budaya di Indonesia antara lain konflik Ambon, Poso,
Timor-Timor dan konflik Sambas.
Masyarakat Ambon misalnya, umumnya
mereka adalah kelompok masyarakat yang statis. Mereka lebih suka menjadi pegawai
negeri, menguasai lahan tempat kelahirannya, juga memiliki ladang dan
pengolahan sagu. Berbeda dengan masyarakat Bugis. Sebagai kaum pendatang yang
tidak memiliki lahan, mereka sangat dinamis dan mampu menangkap peluang dengan
cepat. Pada umumnya mereka adalah pedagang. Keadaan ini menyebabkan masyarakat
Bugis banyak menguasai bidang ekonomi di Ambon, lama kelamaan kemampuan
finansial mereka lebih besar yaitu lebih kaya. Sedangkan warga lokal (Ambon)
hanya bisa menyaksikan tanpa mampu berbuat banyak. Akibatnya, kesenjangan ini
kian hari kian bertambah dan menjadi bom waktu yang siap meledak, bahkan sudah
meledak. Sepertinya konflik Poso pun berlatar belakang hampir sama dengan
konflik Ambon. Hal sama juga terjadi di Timor-Timor. Ketika Tim-Tim masih
dikuasai di Indonesia, masyarakat Tim-Tim yang statis tidak bisa berkembang.
Sedangkan warga pendatang, yang umumnya bersuku Batak, Minang, Jawa, penguasa
ini berbagai bidang ekonomi, sehingga terjadi kecemburuan sosial. Kondisi
serupa terjadi di Sambas. Konflik yang terjadi karena suku Madura yang
menguasai sebagian besar kehidupan ekonomi setempat.
Untuk mengantisipasi konflik-konflik
di masa yang akan datang, masyarakat yang berpotensi tunggal seperti itu harus
didorong untuk ikut beradaptasi dengan masyarakat dinamis. Jadi, penyelesaian konflik-konflik
perlu cara yang spesifik bukan dengan cara kekerasan. Pendekatan yang mungkin
dilakukan adalah pendekatan budaya- politik. Pendekatan budaya dapat dilakukan
dengan menyerap dan memahami sari-sari budaya kelomok-kelompok masyarakat yang
berupa nilai-nilai yang mereka yakini, pelihara dan pertahakan, termasuk
keinginan-keinginan yang paling dasar.
Untuk menanamkan nilai-nilai budaya
nasional pada generasi penerus bangsa, instansi-instansi hendaknya menyusun
kurikulum tentang pendidikan karakter dan budi pekerti bangsa di sekolah-sekolah.
Tujuannya,
untuk menjaga nilai-nilai budaya nasional dan penangkal masuknya arus
globalisasi. Pendidikan budi pekerti juga diharapkan mampu mencegah timbulnya
konflik antar suku bangsa di Indonesia melalui ketahanan budaya.
4. Keadaan
Budaya Indonesia.
Kebudayaan
Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan Indonesia yang telah
ada sebelum terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan
tempat yang berasal daripada kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam suku-suku.
Kebudayaan tersebut telah mengikat dan mempersatukan setiap kelompok suku
bangsa Indonesia. Budaya kelompok akan tercermin dalam sikap atau kepribadian
kelompok itu. Hal ini dapat dilihat saat kebudayaan kelompok pertama kali
membentuk kita sebagai manusia yang menganut dan menghargai nilai-nilai
bersama. Dengan demikian kelompok suku bangsa akan tumbuh menjadi manusia
berbudaya dengan “kondisioning” terhadap nilai-nilai masyarakat sekitar,
melalui orang tua dan keluarga.
Di
samping itu, perlu kita ketahui bahwa alam pun ikut menentukan serta memberi
ciri yang khas terhadap corak kebudayaan. Namun tidak
sepenuhnya pengaruh lingkungan akan menimbulkan akibat yang seragam terhadap
kebudayaan. Manusia
sebagai makhluk budaya tidak menggantungkan semata-mata kepada alam, tetapi
manusia bertindak sebagai gaya perombak alam untuk digunakan bagi kepentingan
hidupnya. Oleh karena itu, antara lingkungan dan manusia saling bergantung.
Demi seluruh kebutuhan langsung dan kepentingan-kepentingan praktis, manusia tergantung
dari lingkungan fisiknya. Manusia tidak dapat hidup kalau tidak menyesuaikan
diri dengan dunia sekitarnya.
Begitu pun juga jika lingkungan itu
melekat kuat pada setiap suku bangsa, maka kebudayaan asing tidak akan
berpengaruh pada kebudayaan mereka. Sehingga masing-masing suku bangsa itu mengembangkan corak
kebudayaannya sendiri. Dalam proses pertumbuhannya, kebudayaan daerah ini
mengalami perkembangan baru, sebagai akibat hubungan yang makin luas antar
suku- suku, di samping sebagai akibat makin kendurnya ikatan-ikatan kesukuan.
Hingga saat ini bangsa Indonesia
belum memiliki identitas kebudyaan yang jelas. Selama ini, Indonesia hanya memiliki
identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan seolah-seolah menjadi ciri
khas kebudayaan bangsa. Menurut James Danandjaja, menyebutkan,
Indonesia memiliki dua unsur kebudayaan, yaitu kebudayaan daerah dan kebudayaan
nasional. Menurutnya, unsur kebudayaan daerah yang dimiliki masing-masing
daerah dan suku bangsa di Indonesia sudah mantap, tetapi kebudayaan nasional
yang mewakili seluruh bangsa masih belum mantap.
Kebudayaan
nasional sendiri hanya memiliki dua unsur kebudayaan yang dapat dikatakan sudah
mantap, yaitu bahasa Indonesia dan Pancasila sebagai filosofi atau pandangan
hidup bangsa. Bahkan, Pancasila pun lanjutnya hingga kini masih terus
dipermasalahkan sebagai pandangan hidup bangsa oleh beberapa pihak. Padahal,
hanya filosofi Pancasila sajalah yang bisa membuat seluruh bangsa bisa bersatu.
Begitu juga menurut Yunus Melalatoa identitas bangsa Indonesia yang
disebutkan dalam UUD 1945 adalah identitas tiap-tiap etnik di seluruh
Indonesia. Jadi, identitasnya bersifat plural atau jamak.
Yang menjadi masalah sekarang ini
adalah identitas dan nilai-nilai kebudayaan masing-masing suku-suku bangsa di tiap
daerah di seluruh Indonesia sudah mulai luntur, bahakan menghilang. Padahal,
nilai-nilai kebudayaan itu berfungsi untuk mempertahankan harga diri kita,
nilai-nilai yang mulai luntur itu akan menggerogoti harga diri kita dan harga
diri bangsa sendiri.
Hal itu dikarenakan telah banyak
budaya asing yang telah masuk bahkan ada yang sudah mendarah daging pada budaya
Indonesia. Anggapan
bangsa Indonesia saat ini, jika hanya mempertahankan nilai-nilai budaya
Indonesia yang ada, maka mereka beranggapan hal tersebut adalah budaya lama dan
kurang moderen.
Budaya asing telah berhasil membaurkan
budaya kita dengan budayanya. Demikian juga dikarenakan kurang mantapnya
kebudayaan nasional dalam mempertahankan nilai–nilai budaya. Sehingga
kebudayaan daerah yang telah dibentengi dengan adanya kebudayaan nasional kuga
ikut terpengaruh oleh budaya asing. Dalam hal ini , pancasilapun menjadi
tersangka. Karena pancasila tidak bisa memberikan penerapan yang
jelas terhadap kebudayaan nasional maupun daerah.
Saat ini budaya Indonesia bukan saja
dikatakan sudah mulai luntur tetapi sudah sedikit banyak ada yang telah
menghilang dari kebudayaan Indonesia. Misalnya tradisi Pela Gandong di Ambon,
Maluku, yang sudah sejak dua generasi lalu tidak pernah dipraktekan tradisi
yang mengandung identitas dan nilai-nilai budaya asli orang Ambon itu, yaitu
cinta persaudaraan dan perdamaian, saat ini hanya bisa dijumpai dalam
literature-literatur buatan luar negeri, tanpa adanya prakteknya dalam
kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat Ambon.
Mungkin kita tidak menyadari bahwa
kita telah dijajah. Meskipun
secara tidak terang-terangan, hal itu telah cukup membuat bangsa kita
kehilangan identitas bangsanya, sehingga ada yang sampai terjadi perpecahan
antar suku dan budaya. Penjajahan itu berupa budaya asing yang telah campur
tangan ke dalam budaya Indonesia. Padahal budaya Indonesia merupakan salah satu
bentuk kepribadian bangsa kita. Pendeknya jika bangsa Indonesia tercerai berai
maka budaya Indonesia tidak akan bisa terbentuk dan bersatu. Begitu pula
kepribadian Indonesia lama-lama akan terhapus.
5.Solusi yang Diberikan Pancasila dalam Mengatasi Konflik
Nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila merupakan tuntunan dan pegangan dalam mengatur sikap dan perilaku
manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang menjadi sumber moral dan
menjelma dalam wujud yang beraneka ragam kebudayaan daerah dapat dikembangkan
dalam rangka memperkaya nilai-nilai pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur
bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah nilai baru yang tumbuh dalam kehidupan
bangsa Indonesia yang sedang membangun, yang sedang teruji sebagai nilai luhur
yang perlu dikembangkan. Dalam konteks pengembangan nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam pancasila, perlu diperhatikan perubahan sikap masyarakat
terhadap nilai-nilai yang ada sebagai akibat dinamika yang terjadi dalam
kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila yang digali dan dirumuskan
para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas kita sebagai bangsa majemuk,
multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan multi ras, yang bergambar dalam
Bhineka Tunggal Ika. Kebinekaan Indonesia harus dijaga sebaik mungkin.
Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat. Untuk
menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam
kebinekaan harus ditolak. Namun dengan kebhinekaan tersebut hingga saat ini
bangsa Indonesia belum memiliki identitas kebudayaan yang jelas. Selama ini
Indonesia hanya memiliki identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan
seolah-olah menjadi ciri khas kebudayaan. Hal inilah yang mengakibatkan
peselisihan dan menimbulkan konflik.
Di dalam
pancasila terdapat nilai-nilai yang digunakan bangsa Indonesia sebagai landasan
serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai tersebut selalu dapat memberikan solusi
atas masalah yang terjadi dalam negara Indonesia kususnya masalah kemajemukan.
Nilai-nilai luhur pancasila tersebut tertuang dalam setiap butir-butir
pancasila
0 Response to "Nilai Pancasila Dalam Kemajemukan Budaya Indonesia"
Post a Comment