Aktivisme dan Status Quo
Sunday, February 12, 2017
Add Comment
"Bangsa ini dibangun oleh para pemuda". Begitulah kira-kira, jargon yang sering di dengung-dengungkan oleh organisasi gerakan kemahasiswaan.
Antara aktivisme dan realitas sosial tentunya suatu hal yang tak bisa dipisahkan. Aktivisme kemahasiswaan merupakan cerminan dari ketidak-sepakatan dengan realitas rill yang ada. Entah itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan dan seperangkat nilai yang dipegang oleh mahasiswa.
Gerakan kepemudaan, angkatan Sukarno- Hatta-Tan Malaka-Sjahrir, angkatan 45, 65, 74 sampai 98 tentunya cerminan dari aktivitas gerakan segolongan pemuda yang tidak menyepakati dunia realitas sosial-eko-politik yang berlangsung. Dalam aktivismenya inilah, seringkali pemuda-pemuda ini berhadap-hadapan secara langsung dengan otoritas resmi yang ada : Negara lengkap dengan apratur keamanannya.
Gejala belakangan ini, dimana 'status-quo' gerakan kemahasiswaan, yang semakin menguatnya relasi organisasi ekstra kemahasiswaan dengan elit kekuasaan politik, seringkali mendegradasikan idealisme mahasiswa sendiri. Iming-iming relasi dengan elit politik ini banyak membunuh idealisme gerakan kemahasiswaan sendiri.
Dampak relasai gerakan kemahasiswaan dengan elit politik yang melalui jaringan senior organisasi yang eksis diranah elit banyak meluluh lantahkan tata nilai idealisme gerakan. Tidak main-main, bukan hanya secara individu, tapi juga melumpuhkan gerakan secara struktural keorganisasian.
Maka kemudian, tidak heran kalau gerakan kemahasiswaan akhir-akhir ini hilang sisi keberpihakan terhadap realitas yang tidak adil dan kemanusiaan. Yang hadir kemudian hanya organisasi yang menjadi patron elit politik yang kehilangan sisi progresivitasnya.
Rayuan jabatan status quo inilah yang banyak menjadi cita-cita kader. Hidup mapan, masa depan cerah, dan absurdnya menjadi penindas baru. Walaupun, juga tidak bisa diabaikan banyak mahasiswa gerakan yang memilih idealismenya ketimbang status quo.
Terakhir, adakah organisasi ekstra kemahasiswaan yang tak punya patron di elit politik ? Sepertinya tiada. Hampir semuanya punya. Mari berefleksi. []
Muhammad Fakhru Riza (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Antara aktivisme dan realitas sosial tentunya suatu hal yang tak bisa dipisahkan. Aktivisme kemahasiswaan merupakan cerminan dari ketidak-sepakatan dengan realitas rill yang ada. Entah itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan dan seperangkat nilai yang dipegang oleh mahasiswa.
Gerakan kepemudaan, angkatan Sukarno- Hatta-Tan Malaka-Sjahrir, angkatan 45, 65, 74 sampai 98 tentunya cerminan dari aktivitas gerakan segolongan pemuda yang tidak menyepakati dunia realitas sosial-eko-politik yang berlangsung. Dalam aktivismenya inilah, seringkali pemuda-pemuda ini berhadap-hadapan secara langsung dengan otoritas resmi yang ada : Negara lengkap dengan apratur keamanannya.
Gejala belakangan ini, dimana 'status-quo' gerakan kemahasiswaan, yang semakin menguatnya relasi organisasi ekstra kemahasiswaan dengan elit kekuasaan politik, seringkali mendegradasikan idealisme mahasiswa sendiri. Iming-iming relasi dengan elit politik ini banyak membunuh idealisme gerakan kemahasiswaan sendiri.
Dampak relasai gerakan kemahasiswaan dengan elit politik yang melalui jaringan senior organisasi yang eksis diranah elit banyak meluluh lantahkan tata nilai idealisme gerakan. Tidak main-main, bukan hanya secara individu, tapi juga melumpuhkan gerakan secara struktural keorganisasian.
Maka kemudian, tidak heran kalau gerakan kemahasiswaan akhir-akhir ini hilang sisi keberpihakan terhadap realitas yang tidak adil dan kemanusiaan. Yang hadir kemudian hanya organisasi yang menjadi patron elit politik yang kehilangan sisi progresivitasnya.
Rayuan jabatan status quo inilah yang banyak menjadi cita-cita kader. Hidup mapan, masa depan cerah, dan absurdnya menjadi penindas baru. Walaupun, juga tidak bisa diabaikan banyak mahasiswa gerakan yang memilih idealismenya ketimbang status quo.
Terakhir, adakah organisasi ekstra kemahasiswaan yang tak punya patron di elit politik ? Sepertinya tiada. Hampir semuanya punya. Mari berefleksi. []
Muhammad Fakhru Riza (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
0 Response to "Aktivisme dan Status Quo"
Post a Comment