Sehari Bertamu di Keluarga Amerika
Monday, February 13, 2017
Add Comment
Kondisi politik Amerika Serikat yang memanas setelah adanya larangan masuk bagi imigran dari negara-negara Muslim dalam “Muslim Ban” mengingatkanku pada keluarga Taylor. Waktu itu libur perayaan nasional Thanksgiving pada Nopember 2012, aku menjadi tamu di rumahnya. Keluarga Taylor memang biasa menjadi “Family Host” bagi mahasiswa Internasional yang belajar di Universitas Arkansas di kota Fayetteville. Thanksgiving merupakan perayaan nasional yang sangat penting dalam sejarah Amerika dan seluruh warga merayakannya dengan gembira.
Saat itu, aku dan seorang rekanku dari Korea selatan terpilih untuk menjadi tamu sehari di keluarga Taylor. Kami pertama kali bertemu dengan sepasang suami istri Robert Taylor dan Jhonnie Wilson Taylor di gedung “student union” Universitas Arkansas. Robert adalah seorang pebisnis di bidang elektronik khususnya komputer dan Jhonnie adalah antan guru bahasa Inggris. Kini mereka sedang menikmati masa pension mereka dengan banyak melakukan kegiatan menyenangkan. Setelah masing-masing kami berkenalan, kami saling berbagi cerita tentang negara kami masing-masing. Saat itu aku bercerita tentang Indonesia yang indah dengan pantai-pantai tropis yang selalu mengesankan turis mancanegara. Kebetulan Robert dan Jhonnie belum pernah ke Indonesia, padahal mereka sangat suka travelling. Jadi aku berharap dengan ceritaku, mereka akan tertarik untuk berlibur ke Indonesia. Misal ke Bali atau Jawa.
Pagi-pagi sekali saat perayaan Thanksgiving tiba, Robert menjemputku dan teman Koreaku di apartemen kami. Dalam perjalanan hingga tiba di rumahnya, kami mengobrol hangat tentang kota Fayetteville yang sangat nyaman dan indah. Kota ini, menurut Robert sangat nyaman karena sangat rendah tingkat kriminal dan mendapat julukan sebagai kota yang alami. Robert sangat mencintai kota ini dan tidak akan pindah kemana-mana. Ya memang benar, saking indahnya setiap pagi warga kota dibangunkan oleh cericit burung yang sangat merdu. Aku pun terpesona dengan keindahan alam kota ini sampai-sampai ingin tinggal lebih lama lagi.
Saat tiba di rumahnya, Jhonnie menyambut kami. Lalu mengajak kami berkeliling seisi rumah. Jhonnie memperlihatkan kamar tidurnya yang besar, ruang belajar dengan banyak pigura berisi gambar-gambar burung, lalu kamar yang digunakan para mahasiswa internasional yang tinggal dirumahnya. Setelah itu, ia mengenalkan kami pada anggota keluarganya yang satu-persatu datang membawa hidangan khas Thanksgiving. Oh ya, aku juga membantunya merebus kentang karena jhonnie akan membuat salad kentang yang istimewa.
Selain menyuguhkan makanan yang enak, keluarga Taylor juga menyajikan keramah tamahan ala Amerika. Kami semua duduk mengelilingi meja makan bundar, menghadap piring kami masing-masing yang penuh makanan. Sembari menikmati hidangan, kami mengobrol tentang banyak hal tentang makanan, garpu, ayam kalkun, permainan bola kaki hingga jilbab yang kugunakan. “Kamu terlihat cantik menggunakan kain ini di kepalamu,” ujar ibunya Jhonnie yang sangat suka ngobrol denganku dan degan lembut jemarinya menyentuh jilbab merahku. Mereka tidak keberatan bahwa sebagai Muslim aku bertamu di rumah mereka, makan semeja dengan mereka dan bersenda gurau dengan seluruh anggota keluarga. Tak lupa, aku memberikan Jhonnie hadiah berupa hiasan yang terbuat dari bambu khas Jawa Barat. Semoga mereka menyukainya.
Setelah hari itu, aku dan Jhonnie selalu berkomunikasi via Facebook. Karena kami sedang menghadapi akhir musim gugur, maka udara semakin dingin dan pembawa berita di televisi mengabarkan bahwa tak lama lagi akan segera turun salju. Aku sangat senang ketika Jhonnie mnagabarkan bahwa salju akan turun dan impianku melihat salju akan tercapai. “Besok pagi pasti turun salju. Bergembiralah….” Tulis Jhonnie pada suatu malam via Facebook Messenger. Sayangnya, salju baru turun bulan Januari 2013 saat aku sudah kembali ke tanah air. Melalui sebuah photo yang dia kirimkan, Jhionnie memperlihatkan padaku rumahnya yang tertutup salju sangat tebal sehingga nampak seperti sebuah kastil dalam cerita-cerita Walt Disney. Sungguh indah.
Meski empat tahun sudah berlalu, persahabatan aku dan Jhonnie masih berlangsung hingga saat ini. Kami seringkali berdiskusi melalui Facebook Massenger tentang pemilu, Islam hingga politik. Bahkan kami sempat berdiskusi tentang sikap warga Amerika dalam pemilu dan bagaimana pandangan pribadi Jhonnie tentang Donal Trump dan Hillary Clinton. Sungguh asyik berdiskusi tentang Amerika melalui sudut pandang warga Amerika, yang merasakan dampak langsung dari suasana politik yang tengah berlangsung.
Aku berharap, kondisi politik yang memanas akibat kebijakan Presiden Trump secara sepihak pada umat Islam tidak membuat warga Amerika seperti keluarga Taylor ikut-ikutan membenci Muslim. Aku tahu keluarga Taylor membenci terorisme. Namun aku yakin, mereka paham bagaimana menempatkan diri dalam situasi politik yang panas ini. Terlebih, keluarga ini masih menjadi “Family Host” bagi mahasiswa internasional yang juga berasal dari negara-negara Muslim. Aku juga berharap mereka selalu dalam keadaan sehat dan aman, agar senntiasa dapat melayani mahasiswa Internasional untuk belajar tentang Amerika dari keluarga Amerika.
Wijatnika Ika
Saat itu, aku dan seorang rekanku dari Korea selatan terpilih untuk menjadi tamu sehari di keluarga Taylor. Kami pertama kali bertemu dengan sepasang suami istri Robert Taylor dan Jhonnie Wilson Taylor di gedung “student union” Universitas Arkansas. Robert adalah seorang pebisnis di bidang elektronik khususnya komputer dan Jhonnie adalah antan guru bahasa Inggris. Kini mereka sedang menikmati masa pension mereka dengan banyak melakukan kegiatan menyenangkan. Setelah masing-masing kami berkenalan, kami saling berbagi cerita tentang negara kami masing-masing. Saat itu aku bercerita tentang Indonesia yang indah dengan pantai-pantai tropis yang selalu mengesankan turis mancanegara. Kebetulan Robert dan Jhonnie belum pernah ke Indonesia, padahal mereka sangat suka travelling. Jadi aku berharap dengan ceritaku, mereka akan tertarik untuk berlibur ke Indonesia. Misal ke Bali atau Jawa.
Pagi-pagi sekali saat perayaan Thanksgiving tiba, Robert menjemputku dan teman Koreaku di apartemen kami. Dalam perjalanan hingga tiba di rumahnya, kami mengobrol hangat tentang kota Fayetteville yang sangat nyaman dan indah. Kota ini, menurut Robert sangat nyaman karena sangat rendah tingkat kriminal dan mendapat julukan sebagai kota yang alami. Robert sangat mencintai kota ini dan tidak akan pindah kemana-mana. Ya memang benar, saking indahnya setiap pagi warga kota dibangunkan oleh cericit burung yang sangat merdu. Aku pun terpesona dengan keindahan alam kota ini sampai-sampai ingin tinggal lebih lama lagi.
Saat tiba di rumahnya, Jhonnie menyambut kami. Lalu mengajak kami berkeliling seisi rumah. Jhonnie memperlihatkan kamar tidurnya yang besar, ruang belajar dengan banyak pigura berisi gambar-gambar burung, lalu kamar yang digunakan para mahasiswa internasional yang tinggal dirumahnya. Setelah itu, ia mengenalkan kami pada anggota keluarganya yang satu-persatu datang membawa hidangan khas Thanksgiving. Oh ya, aku juga membantunya merebus kentang karena jhonnie akan membuat salad kentang yang istimewa.
Selain menyuguhkan makanan yang enak, keluarga Taylor juga menyajikan keramah tamahan ala Amerika. Kami semua duduk mengelilingi meja makan bundar, menghadap piring kami masing-masing yang penuh makanan. Sembari menikmati hidangan, kami mengobrol tentang banyak hal tentang makanan, garpu, ayam kalkun, permainan bola kaki hingga jilbab yang kugunakan. “Kamu terlihat cantik menggunakan kain ini di kepalamu,” ujar ibunya Jhonnie yang sangat suka ngobrol denganku dan degan lembut jemarinya menyentuh jilbab merahku. Mereka tidak keberatan bahwa sebagai Muslim aku bertamu di rumah mereka, makan semeja dengan mereka dan bersenda gurau dengan seluruh anggota keluarga. Tak lupa, aku memberikan Jhonnie hadiah berupa hiasan yang terbuat dari bambu khas Jawa Barat. Semoga mereka menyukainya.
Setelah hari itu, aku dan Jhonnie selalu berkomunikasi via Facebook. Karena kami sedang menghadapi akhir musim gugur, maka udara semakin dingin dan pembawa berita di televisi mengabarkan bahwa tak lama lagi akan segera turun salju. Aku sangat senang ketika Jhonnie mnagabarkan bahwa salju akan turun dan impianku melihat salju akan tercapai. “Besok pagi pasti turun salju. Bergembiralah….” Tulis Jhonnie pada suatu malam via Facebook Messenger. Sayangnya, salju baru turun bulan Januari 2013 saat aku sudah kembali ke tanah air. Melalui sebuah photo yang dia kirimkan, Jhionnie memperlihatkan padaku rumahnya yang tertutup salju sangat tebal sehingga nampak seperti sebuah kastil dalam cerita-cerita Walt Disney. Sungguh indah.
Meski empat tahun sudah berlalu, persahabatan aku dan Jhonnie masih berlangsung hingga saat ini. Kami seringkali berdiskusi melalui Facebook Massenger tentang pemilu, Islam hingga politik. Bahkan kami sempat berdiskusi tentang sikap warga Amerika dalam pemilu dan bagaimana pandangan pribadi Jhonnie tentang Donal Trump dan Hillary Clinton. Sungguh asyik berdiskusi tentang Amerika melalui sudut pandang warga Amerika, yang merasakan dampak langsung dari suasana politik yang tengah berlangsung.
Aku berharap, kondisi politik yang memanas akibat kebijakan Presiden Trump secara sepihak pada umat Islam tidak membuat warga Amerika seperti keluarga Taylor ikut-ikutan membenci Muslim. Aku tahu keluarga Taylor membenci terorisme. Namun aku yakin, mereka paham bagaimana menempatkan diri dalam situasi politik yang panas ini. Terlebih, keluarga ini masih menjadi “Family Host” bagi mahasiswa internasional yang juga berasal dari negara-negara Muslim. Aku juga berharap mereka selalu dalam keadaan sehat dan aman, agar senntiasa dapat melayani mahasiswa Internasional untuk belajar tentang Amerika dari keluarga Amerika.
Wijatnika Ika
0 Response to "Sehari Bertamu di Keluarga Amerika"
Post a Comment