Antara Ulil dan Ahok

Ulil dan Ahok memiliki kesamaan dalam hal mereka berdua adalah sosok yang dijadikan momok oleh kelompok Islam konservatif. Ulil sendiri adalah pentolan Jaringan Islam Liberal (JIL) yang berkali-kali bentrok dengan kelompok-kelompok konservatif, di antarnya pernah menjadi sasaran fatwa kematian dari Forum Ulama Umat Islam pada tahun 2003 karena sebuah artikel yang ditulisnya pada tahun 2002 berjudul "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" yang dianggap menyimpang oleh para ulama. Ulil juga menjadi sasaran bom surat pada bulan Maret 2011 yang meledak di kantor karena posisinya yang mendukung Jamaah Ahmadiyah.

JIL - kelompok yang dibinanya - menjadi sasaran kebencian yang disamakan dengan Syiah dan Ahmadiyah karena dianggap menyesatkan. Cap sebagai bagian dari JIL bisa menjadi semacam vonis buruk, tak pelak sosok seperti Anies Bawesdan yang pernah diisukan sebagai JIL - karena kecemerlangan ide pikirannya soal pluralisme - selain sebagai Syiah, harus bertindak menjelaskan posisi dirinya yang bukan liberal maupun Syiah ketika dia memasuki pentas persaingan pilkada Jakarta agar menjadi lebih 'inklusif' terhadap kelompok-kelompok konservatif.

Sementara Ahok dijadikan musuh kelompok konservatif ketika dia menggantikan Jokowi sebagai gubernur Jakarta. Kebijakan dan ucapan dia banyak dipelintir untuk dijustifikasi sebagai serangan terhadap Islam berdasarkan pemahaman kelompok konservatif. Puncaknya adalah ketika Ahok offside menyebut soal Al Maidah 51 yang berujung aksi besar-besaran penolakan atas dia dan juga tuntutan proses hukum.

Antara Ulil dan Ahok, berdasarkan sejarah hubungan mereka, secara ideologi sebenarnya mereka berbagi pandangan yang sama - mendukung pluralisme. Setidaknya itu hal yang ditunjukkan oleh jejak digital media sosial Ulil yang memuji Ahok. Tetapi Ulil sendiri bukanlah aktivis pluralisme yang netral. Selain menjadi pentolan JIL, Ulil adalah salah satu pejabat di Partai Demokrat yang diketuai SBY dan menjadi partai pengusung Agus Yudhoyono di ajang pilkada Jakarta. Posisi Ulil di Partai Demokrat membuat pernyataan-pernyataan dia belakangan ini via media sosial twitternya menjadi antitesis dari jejak perjalanan dia di JIL. Membaca tuitan dia terkait dengan Ahok dan pilkada Jakarta dalam beberapa bulan terakhir seolah menihilkan sosok dia sendiri yang sebelumnya dikenal sebagai aktivis yang keras memperjuangkan pluralisme. Ini kemudian menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan dia untuk memperjuangkan (idealisme) diri sendiri di partainya.

Apakah tekanan atau godaan di Partai Demokrat sudah sedemikian kuatnya sehingga seorang Ulil kemudian mengabaikan idealisme dia tentang pluralisme - yang dia perjuangkan bertahun-tahun dengan segala risiko? Atau Ulil sendiri memutuskan untuk memasuki periode baru di karir politiknya yang secara drastis berbeda dari yang sebelumnya? Kejelasan tentang ini hanya Ulil yang paham, tapi tentunya pasca pilkada Jakarta ini Ulil akan sulit untuk dianggap sama lagi seperti sebelumnya. Ada garis yang jelas antara dua sisi, dan berada di tengah bukanlah pilihan yang tersedia. []

Henky Widjaja (PhD Social and Behavioral Sciences di Leiden University)

0 Response to "Antara Ulil dan Ahok"

Post a Comment