ISIS dan Ban Trump




Respons ISIS atau kelompok ekstremis semacamnya terhadap kebijakan Trump yang melarang masuk muslim dari 7 negara ke AS ini mirip dengan apa yang pernah disampaikan oleh Sosiolog, John Cassanova. Menurut John, konflik berdimensi agama ataupun aksi-aksi terorisme di era modern ini justru kerap muncul dan meningkat ketika ada pelarangan-pelarangan atas ekspresi dan kebebasan dari kelompok agama atau etnis tertentu.

Otoritas yang berkuasa kerap berpandangan, dengan kekuasaan yang mereka miliki, mereka bisa meredam ancaman konflik dan terorisme bernuansa agama dengan cara kebijakan pembatasan yang ekstrem. Tapi, meski hal itu kerap kali berakhir dengan situasi yang kontroproduktif (peningkatan serangan teror dan konflik sektarian), tetapi banyak pemerintah yang tetap memaksakan kebijakan larangan semacam ini. Pertimbangan politik dan menjaga popularitas terhadap konstituen kerap lebih mengemuka daripada pertimbangan strategis, bahkan intelijen.


Peningkatan drastis aksi terorisme sejak Tragedi 911 di berbagai penjuru dunia adalah buah respons atas kebijakan Bush yang kala itu juga mengumbar tuduhan-tuduhan sepihak kepada negara dan kelompok yang dianggap teroris, yang diikuti dengan berbagai kebijakan militer represif dan diskriminatif. Padahal, CIA dan Kepala Operasi Gabungan Militer AS di Irak dan Afganistan kala itu, Jenderal Stanley Mc Crystal telah membuat rekomendasi agar Bush mengurangi aksi-aksi militeris di Irak dan Afganistan, serta menghentikan proyek Guantanamo. Namun, Bush bergeming.

Dan, terorisme pun menjadi pertarungan liar yang tak pernah dimenangkan siapapun, namun memberi kerugiaan yang jauh lebih besar bagi AS, bahkan dibanding Perang Vietnam sekalipun. Senada dengan yang disampaikan Karen Armstrong dalama "Holy War" bahwa dalam perang menghadapi perang atas nama agama, penindasan dan pemaksaan bukanlah jawaban tepat. Karena, hal tersebut selalu menuntun pada serangan balik dari kelompok fundamentalis.

Kaum fundamentalis Protestan di AS, misalnya, menjadi lebih reaksioner, keras kepala, setelah penghinaan terhadap Pengadilan Scopes. Bentuk-bentuk ekstrem dari fundamentalisme Sunni muncul di kamp-kamp konsentrasi Nasser, sementara penggerebekan oleh Syah Iran justru mengilhami munculnya Revolusi Iran.

Saya kira Indonesia juga perlu belajar dari hal ini. Bahwa, melarang ekspresi dan kegiatan agama tertentu justru kerap kontraproduktif dalam upaya menciptakan kerukunan. Terlebih represi dan manipulasi.[]

Mohamad Burhanudin



0 Response to "ISIS dan Ban Trump"

Post a Comment