Jokowi, Kerja-kerja-kerja 5 Hari dan FDS
Thursday, August 10, 2017
Add Comment
Pada 1922 Edsel Ford membuat sebuah inovasi. Ia mengurangi jumlah hari kerja dari enam hari sepekan menjadi hanya lima hari. Sabtu-Minggu libur. Dalam catatannya, Presiden Ford itu berpendapat bahwa setiap orang perlu waktu istirahat dan rekreasi lebih dari satu hari sepekan. Ford juga mengatakan perusahaan selalu mendukung kehidupan yang lebih bahagia untuk para pekerjanya.
Katanya, kebijakan 5 hari kerja dalam sepekan akan meningkatkan produktivitas. Meskipun waktu kerja pegawai berkurang, namun perusahaan berharap setiap orang berusaha lebih keras selama mengerjakan tugas di kantor atau pabrik. Pada akhirnya, pabrik di seluruh Amerika dan dunia mengikuti langkah Ford.
Kebijakan itu tentu didukung oleh agamawan di sana. Ini terkait dengan jadwal ibadah keagamaan. Pegawai beragama Nasrani harus ke Gereja setiap Minggu. Sementara karyawan beragama Yahudi meyakini hari Sabtu sebagai hari suci.
Lama-kelamaan kebijakan kerja Senin sampai Jumat menjadi praktik standar di hampir semua perusahaan, dengan konsekuensi jam kerja aktif tidak boleh kurang dari 8 jam setiap hari.
Ketika Presiden Jokowi memaksakan kebijakan 5 hari sekolah, ingatan saya langsung ke jargon kampanyenya: "Kerja-kerja-kerja". Saya juga tidak yakin Pak Menteri Muhadjir pantang-mundur menerapkan kebijakan ini di tengah penolakan masyarakat luas, kalau tidak di-back up Pak Presiden.
Sebenarnya sudah banyak sekolah yang menerapkan sekolah 5 hari dengan beban 8 jam belajar setiap hari, terutama di kota atau sekolah-sekolah yang para wali siswanya bekerja di sektor formal. Tapi jika diatur dengan Peraturan Menteri alias distandarisasi, maka negara akan lebih mudah berpikir bagaimana mengembangkan sektor pariwisata dan kuliner untuk hari Sabtu-Minggu.
Jadi sekolah dianggap sebagai institusi kerja formal. Guru dan siswa dianggap sebagai pekerja. Para siswa tidak perlu istirahat siang, tidak perlu belajar mengaji di sore atau malam hari, tidak perlu belajar di lembaga pendidikan nonformal di tengah masyarakat. Cukuplah belajar bercapek-capek selama 8 jam di sekolah. Tunggu waktu liburan Sabtu-Minggu bersama keluargamu, itu pun kalau ayah-ibumu punya duit dan tidak bekerja di dua hari itu.
Penulis: A Khoirul Anam
Katanya, kebijakan 5 hari kerja dalam sepekan akan meningkatkan produktivitas. Meskipun waktu kerja pegawai berkurang, namun perusahaan berharap setiap orang berusaha lebih keras selama mengerjakan tugas di kantor atau pabrik. Pada akhirnya, pabrik di seluruh Amerika dan dunia mengikuti langkah Ford.
Kebijakan itu tentu didukung oleh agamawan di sana. Ini terkait dengan jadwal ibadah keagamaan. Pegawai beragama Nasrani harus ke Gereja setiap Minggu. Sementara karyawan beragama Yahudi meyakini hari Sabtu sebagai hari suci.
Lama-kelamaan kebijakan kerja Senin sampai Jumat menjadi praktik standar di hampir semua perusahaan, dengan konsekuensi jam kerja aktif tidak boleh kurang dari 8 jam setiap hari.
Ketika Presiden Jokowi memaksakan kebijakan 5 hari sekolah, ingatan saya langsung ke jargon kampanyenya: "Kerja-kerja-kerja". Saya juga tidak yakin Pak Menteri Muhadjir pantang-mundur menerapkan kebijakan ini di tengah penolakan masyarakat luas, kalau tidak di-back up Pak Presiden.
Sebenarnya sudah banyak sekolah yang menerapkan sekolah 5 hari dengan beban 8 jam belajar setiap hari, terutama di kota atau sekolah-sekolah yang para wali siswanya bekerja di sektor formal. Tapi jika diatur dengan Peraturan Menteri alias distandarisasi, maka negara akan lebih mudah berpikir bagaimana mengembangkan sektor pariwisata dan kuliner untuk hari Sabtu-Minggu.
Jadi sekolah dianggap sebagai institusi kerja formal. Guru dan siswa dianggap sebagai pekerja. Para siswa tidak perlu istirahat siang, tidak perlu belajar mengaji di sore atau malam hari, tidak perlu belajar di lembaga pendidikan nonformal di tengah masyarakat. Cukuplah belajar bercapek-capek selama 8 jam di sekolah. Tunggu waktu liburan Sabtu-Minggu bersama keluargamu, itu pun kalau ayah-ibumu punya duit dan tidak bekerja di dua hari itu.
Penulis: A Khoirul Anam
0 Response to "Jokowi, Kerja-kerja-kerja 5 Hari dan FDS"
Post a Comment