Broken Home Brutal VS Broken Home Berprestasi

Terkadang banyak orang merasa memiliki perspektif yang sama, padahal belum mengkritisi sesuatu menurut perspektifnya sendiri. Banyak pula orang-orang cepat berkonklusi atau mengeneralisir sesuatu sesuai dengan kebanyakan isu yang beredar. Begitu juga dengan fenomena broken home yang belakangan menjadi perhatian masyarakat. Dikarenakan tingginya angka perceraian di Indonesia yang terus meningkat. Apalagi dikalangan artis hehe.

Ketika mendengar kata perceraian atau serentetan masalah yang timbul pada sebuah keluarga, sepertinya semua orang akan memiliki kekhawatiran yang sama. Bagaimana nasib anaknya? Akan menjadi apa anaknya? Bagaimana masa depan anaknya? Dan masih banyak lagi stigma negatif muncul. Padahal cibiran itu sedikit banyak akan memberi dampak pada pihak yang bersangkutan. Kata “sepertinya” pada kalimat awal paragraf dapat mengindikasikan bahwa masih ada sebagian orang dengan jiwa sosialnya berusaha memberi perhatian kepada korban-korban broken home.

Orang-orang akan menghujani kekhawatiran seorang anak broken home akan menjadi brutal dan masa depannya suram. Anak yang broken home tidak ada yang mengingatkan ketika salah jalan sebab orang tuanya sudah berpisah dan berbeda visi misi. Atau anak broken home biasanya konversi pengasuh pada nenek dan kakeknya yang sudah tua dan tidak bisa memberi pendidikan yang maksimal. Anak-anak yang broken home selalu dipandang sebelah mata oleh lingkungan sekitarnya.

Padahal ada sebagian anak-anak yang mengalami broken home justru menjadi orang besar dan menjadi tokoh inspiratif. Anak-anak brutal karena broken home biasanya disebabkan karena pengaruh aktivitas sosial di lingkungannya, seperti pergaulan yang salah. Terlebih jika anak tersebut kecerdasan emosionalnya rendah. Maka akan mudah terbawa arus negatif di sekitarnya.

Ternyata tidak semua begitu, fakta lapangan menunjukkan hal lain. Ada beberapa di antara mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi sehingga bisa mengendalikan lingkungan sosialnya. Atau mereka para korban broken home yang berprestasi ini telah memiliki pengganti perhatian dan kasih sayang yang hilang dari orang tuanya. Misalnya kerabat tedekat yang selalu mendukung dan memperhatikan kebutuhannya, sehingga Si anak ini bisa tumbuh dengan kepribadian yang sama dengan anak-anak yang lain. Dari situ, kita dapat melihat bahwa keberadaan orang-oramg di sekeliling anak yang broken home turut memberi sumbangsih atas pertumbuhannya bahkan masa depannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan kebrutalan anak broken home adalah sisi kecerdasan emosional dan substansi kasih sayang yang hilang dar orang tuanya.

Anak-anak broken home yang berprestasi seharusnya menjadi inspirasi bagi semua orang. Baik anak-anak yang tidak broken home maupun yang mengalami broken home. Bagi anak yang lahir dan dibesarkan pada keluarga harmonis semestinya terpacu menjadi orang yang lebih hebat lagi. “Dia saja yang broken home bisa sehebat itu, aku harusnya bisa lebih”. Begitupun juga dengan anak-anak yang memiliki nasib yang sama. Mereka semestinya bisa menandingi kesuksesan orang-orang yang pernah mengalami broken home. “Wah dia saja bisa, kenapa aku enggak? sama-sama makan nasi kan?

Penulis: Ririn Erviana

0 Response to "Broken Home Brutal VS Broken Home Berprestasi"

Post a Comment