Chaerul Saleh, Kiri Bukan Hanya PKI?

Chaerul saleh, dialah bapak industrialisasi dan pertambangan yang melahirkan UU NO 44 tahun 1960 yang intinya menghapus hak kelola swasta atas minyak dan gas bumi.  Chaerul Saleh salah satu anak emas Tan Malaka yang berusaha mempertahankan Jawa Barat ketika divisi Siliwangi hijrah ke Jogja (ternyata tak hanya Kartosuwiryo)

Pasca 1949 Chaerul Saleh bersama pasukannya (Laskar Bambu Runcing yg berisi para jawara Jawa Barat dan banten) terus bentrok dengan TNI (Nasution) dan bahkan Westerling (eks KNIL). Alasannya jelas ia menolak republik hasil KMB. Suara keras partai murba di parlemen juga mulai mempengaruhi Soekarno untuk menarik diri dari perjanjian KMB yg mewajibkan Indonesia membayar utang Hindia Belanda sekaligus melunasi kerugian perang selama 1945-1949.

Atas perintah Soekarno pada 1952 Chaerul Saleh turun gunung dan diberi mandat untuk sekolah di Jerman Barat, disana Chaerul Saleh mempelajari semua konsep pembangunan ekonomi di Jerman. Sehingga ia pulang membawa dokumen pembangunan industri berat dan merancang model akselerasi ekonomi Indonesia dengan mengandalkan sumber daya alam (minyak).

Dengan dukungan partainya yang kekeuh ingin kembali pada UUD 1945, ia mendapat dukungan Soekarno bahkan menempati posisi strategis sebagai menteri perindustrian dasar dan pertambangan, wakil perdana menteri III sekaligus ketua MPRS

Chaerul Saleh menggandeng Ibnu Soetowo untuk membesarkan Permina menjadi Pertamina alasannya sederhana, minyak menjadi komoditas taktis di dunia selama perang dingin, apalagi mengingat konflik korea yang berkepanjangan di sisi lain konsumsi minyak nasional masih relatif kecil sehingga akan melahirkan surplus ekonomi. Dengan modal dari minyak dan pinjaman luar negeri, Chaerul juga memulai industrialisasi dengan serangkaian pembangunan industri berat seperti krakatau steel, dll. Hal ini diperlukan pula sebagai persiapan Indonesia untuk sewaktu-waktu shifting dari minyak ke industri pengolahan strategis.

Meskipun dia penganut kiri, tetapi ia penganut ajaran Tan Malaka yg tak mau dikooptasi oleh komunisme internasional (Moscow) dan merumuskan garis perjuangan nasionalnya sendiri. Terbukti dengan kemampuannya menggunakan diplomasi pinjaman modal dari bebagai negara dan tetap berdiri di tengah (non blok) untuk memodali industri strategis indonesia dekade 60-an, ia dengan gagah berani berkata bahwa Indonesia tahun 1975 adalah kekuatan ekonomi terkuat di Asia.

Gagasan ekonomi Saleh tentu berbeda dengan Hatta meskipun sama penganut sosialisme-nya dan sama galaknya, Hatta terkenal sebagai penggagas penghentian konsensi perkebunan dan terus berfikir membangun model pengelolaan ekonomi rakyat melalui koperasi. Tetapi, Hatta adalah sosok yang patuh hukum, semua harus dilakukan dibawah kerangka hukum, itulah alasan ia menolak pembatalan sepihak KMB. Sedang Chaerul saleh tak lebih seorang pemuda revolusioner yang penuh ambisi unutk membawa bangsanya merdeka 100%.

Ekonomi politik era Orde Lama memang menarik dan penuh dinamika, ada partai murba bentukan Tan Malaka yg kiri mentok, bisa dibilang pengikut Leon Trotsky dengan ikhtiar Revolusi Permanen, mereka diminati kaum muda dan pejuang 45. ada pula gerombolan sosialis demoktik ala Sjahrir yg diikuti para elit terpelajar seperti Hatta, Sumitro, Sutan Takdir, Sultan HBIX, dll. Pemikiran PSI tak kalah radikal sebagai penganut pemikiran Marx dan Engels ia meyakini revolusi demokratik dengan pembentukan pemerintahan parlementer yang kuat dan melakukan pembangunan di segala sektor dengan tangan sendiri.

Di kubu lain PKI sebuah partai massa terbesar kedua setelah PNI menganut aliran radikal tetapi gagasan revolusi stalinisme-leninismenya tak lain mengusung revolusi proletariat dengan memerangi borjuasi nasional dan memberi kuasa rakyat jelata, tak ayal partai ini digandunguri kelompok miskin di kota dan desa apalagi dengan agitasi-agitasinya yang luar biasa. Di luar partai-partai marxis ini, ada PNI di bawah Soekarno yg mengusung marhaenismenya pembangunan dari bawah bagi kaum tani dan kaum miskin lainnya, Masyumi pun punya agenda yang tak kalah hebatnya pemikiran Sjafrudin Prawiranegara tentang kedaulatan moneter tak bisa diabaikan. Namun, di ranah politik mereka semua bertikai satu sama lain. PNI-PKI dan NU berkoalisi penuh dengan Nasakom, sedang PSI dan Masyumi habis dengan desentralisasinya yang menyeretnya ke PRRI. Moerba menjadi partai kecil yg tak banyak dipelajari tapi dengan ide-idenya luar biasa besar "merdeka 100% tanpa kompromi tanpa kooptasi!"

Chaerul Saleh pernah menyerang Aidit dalam sidang kabiner dengan tuduhan rencana kudeta PKI bahkan hampir terjadi baku hantam tapi Soekarno mencegahnya. Ia berusaha menyingkirkan Soebandrio sebagai Menlu dan Waperdam I (Soebandrio adalah diplomat fanpolitisi PSI yang dianggap terlalu dekat dengan PKI, ia pernah menjadi Dubes RI untuk UK, Dubes untuk Soviet, Waperdam 1 Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Intelejen) namun gagal. Di kabarkan pada malam 30 September Chaerul juga jadi target penculikan tetapi gagal karena ia masih berada di Beijing, hingga Soeharto menahannya dan ia meninggal misterius di dalam sel tahanan militer.

Satu hal yang perlu disesali, kenapa sejarah ekonomi Indonesia ‘tak mencatat namanya? Dan seperti kata Mas Tarli, menyebut PKI satu-satunya partai yang aktif mengusung gagasan revolusioner adalah menggelikan!

Penulis: Hafidz Arfandi

0 Response to "Chaerul Saleh, Kiri Bukan Hanya PKI?"

Post a Comment