Santri, Pendukung Kemajuan NKRI
Saturday, October 21, 2017
Add Comment
Tidak ada hal yang kontradiksi, apabila dikatakan keberadaan santri memang memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan bersosial. Santri yang terlihat tampil apa adanya, penuh kesantunan, secara empiris menebar kesan penuh kelembutan dan kerendahan hati.
Kesederhanaan yang melekat pada fisiknya, ternyata tidak sesederhana pemikirannya, dan tidak setingkat sederhana juga kontribusinya dalam menyumbang keberpengaruhannya dalam suatu aspek atau bidang tertentu.
Pada masa Indonesia di bawah kedudukan asing, santri dan kiai sudah mulai menunjukkan eksistensinya, untuk ikut andil dalam rangka membebasan NKRI dari cengkraman bangsa-bangsa otoriter. Perjuangan kiai, yang pasti bersama para santrinya, merupakan suatu historis yang sungguh tidak pantas untuk dilupakan dan hilang tergiling waktu dan zaman.
Melalui kata “hubbul wathan minal iman” yaitu cinta tanah air adalah sebagian dari iman, adalah hal yang mampu membakar semangat para santri dan kiai dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Penerapan kata “hubbul wathan minal iman”, telah dibuktikan dengan berbagai hal. Misalnya perjuangan yang dilakukan oleh beberapa kiai se-Jawa Madura, berkumpul dalam rangka memusyawarahkan terkait tindakan yang mestinya dilakukan dalam menyikapi kedatangan kembali Belanda ke Indonesia. akhirnya, KH. Hasyim Asyari mengemukakan atau berfatwa bahwa fardhu ain bagi seorang muslim dalam melawan orang-orang kafir yang menghalangi kemerdekaan RI.
Pertemuan yang pada waktu itu dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari, dengan mengumpulkan kiai-kiai se-Jawa Madura, ini merupakan permohonan dari Ir. Soekarno. Dalam pertemuan atau musyawarah tersebut, membuahkan hasil yang sangat bijaksana, serta menunjukkan bahwa para kiai NU, pada waktu itu sangat perduli dengan kemerdekaan RI.
Tiga hal penting dalam musyawarah tersebut adalah : setiap muslim, baik tua, muda ataupun miskin, wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia. kemudian pejuang yang mati dalam perang dalam kemerdekaan layak disebut syuhada. Yang terakhir, warga Indonesia yang memihak kepada penjajah, dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, dan oleh karena itu harus dihukum mati.
Tiga hal tersebut yang dinamakan dengan resolusi jihad. Berkat adanya resolusi jihad, membakar semangat perjuangan yang ikut di dalamnya para santri. Fisabilillah, laskar-laskar perjuangan, Hisbullah, merupakan bentuk nyata dari adanya perjuangan santri dalam melepaskan Indonesia dari gencatan Negara asing.
Saat ini, di era yang kontemporer seperti ini, tidak lantas para santri kehilangan eksistensi serta peran pentingnya dalam mendukung perkembangan NKRI. Sampai saat ini, santri tetap menunjukkan semangat bersatu dan solidaritasnya serta tetap menyumbangkan nama baik di Indonesia.
Santri, pada umumnya sangat identik dengan kegiatan-kegiatan religius. Mengaji, membaca Al-quran, mengkaji kitab kuning adalah sesuatu yang biasa bagi para santri. Namun, dalam kehidupan di sebuah pesantren, sangat diajarkan kemandirian, sehingga kebiasaan hidup mandiri bisa diterapkan pada sektor sosial, seperti misalnya menerapkan kebiasaan mandiri dalam perekonomian.
Kita ambil contoh dari sejarah, bahwasannya KH. Hasyim Asyari meliburkan kegiatan mengaji untuk para santrinya pada hari senin dan kamis. Hal itu, bertujuan agar para santri lebih aktif dalam kegiatan bersosial, atau melakukan kegiatan yang sifatnya lebih ekonomis.
Dengan begitu, maka santri tidak hanya mengaji dan mengaji. Dulu, santri sangat berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. maka saat ini, santri juga harus dapat berperan penting dalam perekonomian, agar tidak melulu non muslim yang menjadi pemenang dalam perekonomian Indonesia.
Tahun ketiga, peringatan Hari Santri Nasional tahun 2017 ini, harus bisa menjadikan santri lebih mandiri, kreatif serta inovatif, yang mampu menguasai sector perekonomian. Sesuai dengan tema besar Hari Santri Nasional tahun 2017, yaitu “Santri Mandiri, NKRI Hebat”.
Salah satu sekolah kaligrafi (sakal) di Jombang, mampu mendidik santri yang prestasinya kelas dunia. Ummi Nissa adalah salah satu santri berprestasi kelas dunia, hingga mendapat ijazah dari para master kaligrafi dunia pada tahun 2015.
Ini menunjukkan bahwa santri turut memberikan kontribusi dalam rangka mengharumkan nama bangsa dengan prestasinya. Bahkan, karya kaligrafi hasil buatan Ummi Annisa yang dibantu leh kedua rekannya berhasil ikut dipamerkan di Dubay.
Saat ini, dapat dikatakan pemerintah mulai lebih menghargai santri. Salah satu contoh penghargaan tersebut, pada tahun 2015, presiden RI menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Dengan terus meningkatkan kekreatifan para santri, yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, serta dukungan intensif dari pemerintah, tentu akan semakin menunjang perkembangan NKRI. Dimana santri juga memiliki kompetensi unggul, jika dikelola dengan professional.
Keberadaan santri bukanlah kosong dalam hal pengaruhnya terhadap kehidupan sosial. Namun, pemberdayaan santri dengan maksimal akan mampu membuat NKRI lebih berintegritas tinggi. Perlu adanya keyakinan akan sebuah potensi yang dimiliki para santri, yang itu dapat mendukung kemajuan NKRI.
Pesantren, yang menjadi tempat mengenyam pendidikan para santri, harus bisa bersinergi dengan misalnya teknologi. Karena Islam adalah agama yang komperhensif dan universal, maka pondok pesantren harus bisa memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk menciptakan rahmatan lil alamin.
Pondok pesantren di era globalisasi ini, perlu rasanya membekali para santri dengan berbagai skill, yang dipadukan dengan kecanggihan teknologi, tidak menjadikan teknologi sebagai hal yang tabu. Namun, semua itu tanpa mengurangi sisi-sisi keagamaannya. Tahun ketiga peringatan Hari Santri Nasional, tahun 2017 ini, mari kita bersama-sama bersinergi,baik antara podok pesantren, maupun perguruan tinggi dalam rangka meningkatkann integritas bangsa.
Selamat Hari Santri Nasional!
Penulis: WEPO (Mahasiswa IAIN Metro)
Kesederhanaan yang melekat pada fisiknya, ternyata tidak sesederhana pemikirannya, dan tidak setingkat sederhana juga kontribusinya dalam menyumbang keberpengaruhannya dalam suatu aspek atau bidang tertentu.
Pada masa Indonesia di bawah kedudukan asing, santri dan kiai sudah mulai menunjukkan eksistensinya, untuk ikut andil dalam rangka membebasan NKRI dari cengkraman bangsa-bangsa otoriter. Perjuangan kiai, yang pasti bersama para santrinya, merupakan suatu historis yang sungguh tidak pantas untuk dilupakan dan hilang tergiling waktu dan zaman.
Melalui kata “hubbul wathan minal iman” yaitu cinta tanah air adalah sebagian dari iman, adalah hal yang mampu membakar semangat para santri dan kiai dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Penerapan kata “hubbul wathan minal iman”, telah dibuktikan dengan berbagai hal. Misalnya perjuangan yang dilakukan oleh beberapa kiai se-Jawa Madura, berkumpul dalam rangka memusyawarahkan terkait tindakan yang mestinya dilakukan dalam menyikapi kedatangan kembali Belanda ke Indonesia. akhirnya, KH. Hasyim Asyari mengemukakan atau berfatwa bahwa fardhu ain bagi seorang muslim dalam melawan orang-orang kafir yang menghalangi kemerdekaan RI.
Pertemuan yang pada waktu itu dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari, dengan mengumpulkan kiai-kiai se-Jawa Madura, ini merupakan permohonan dari Ir. Soekarno. Dalam pertemuan atau musyawarah tersebut, membuahkan hasil yang sangat bijaksana, serta menunjukkan bahwa para kiai NU, pada waktu itu sangat perduli dengan kemerdekaan RI.
Tiga hal penting dalam musyawarah tersebut adalah : setiap muslim, baik tua, muda ataupun miskin, wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia. kemudian pejuang yang mati dalam perang dalam kemerdekaan layak disebut syuhada. Yang terakhir, warga Indonesia yang memihak kepada penjajah, dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, dan oleh karena itu harus dihukum mati.
Tiga hal tersebut yang dinamakan dengan resolusi jihad. Berkat adanya resolusi jihad, membakar semangat perjuangan yang ikut di dalamnya para santri. Fisabilillah, laskar-laskar perjuangan, Hisbullah, merupakan bentuk nyata dari adanya perjuangan santri dalam melepaskan Indonesia dari gencatan Negara asing.
Saat ini, di era yang kontemporer seperti ini, tidak lantas para santri kehilangan eksistensi serta peran pentingnya dalam mendukung perkembangan NKRI. Sampai saat ini, santri tetap menunjukkan semangat bersatu dan solidaritasnya serta tetap menyumbangkan nama baik di Indonesia.
Santri, pada umumnya sangat identik dengan kegiatan-kegiatan religius. Mengaji, membaca Al-quran, mengkaji kitab kuning adalah sesuatu yang biasa bagi para santri. Namun, dalam kehidupan di sebuah pesantren, sangat diajarkan kemandirian, sehingga kebiasaan hidup mandiri bisa diterapkan pada sektor sosial, seperti misalnya menerapkan kebiasaan mandiri dalam perekonomian.
Kita ambil contoh dari sejarah, bahwasannya KH. Hasyim Asyari meliburkan kegiatan mengaji untuk para santrinya pada hari senin dan kamis. Hal itu, bertujuan agar para santri lebih aktif dalam kegiatan bersosial, atau melakukan kegiatan yang sifatnya lebih ekonomis.
Dengan begitu, maka santri tidak hanya mengaji dan mengaji. Dulu, santri sangat berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. maka saat ini, santri juga harus dapat berperan penting dalam perekonomian, agar tidak melulu non muslim yang menjadi pemenang dalam perekonomian Indonesia.
Tahun ketiga, peringatan Hari Santri Nasional tahun 2017 ini, harus bisa menjadikan santri lebih mandiri, kreatif serta inovatif, yang mampu menguasai sector perekonomian. Sesuai dengan tema besar Hari Santri Nasional tahun 2017, yaitu “Santri Mandiri, NKRI Hebat”.
Salah satu sekolah kaligrafi (sakal) di Jombang, mampu mendidik santri yang prestasinya kelas dunia. Ummi Nissa adalah salah satu santri berprestasi kelas dunia, hingga mendapat ijazah dari para master kaligrafi dunia pada tahun 2015.
Ini menunjukkan bahwa santri turut memberikan kontribusi dalam rangka mengharumkan nama bangsa dengan prestasinya. Bahkan, karya kaligrafi hasil buatan Ummi Annisa yang dibantu leh kedua rekannya berhasil ikut dipamerkan di Dubay.
Saat ini, dapat dikatakan pemerintah mulai lebih menghargai santri. Salah satu contoh penghargaan tersebut, pada tahun 2015, presiden RI menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Dengan terus meningkatkan kekreatifan para santri, yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, serta dukungan intensif dari pemerintah, tentu akan semakin menunjang perkembangan NKRI. Dimana santri juga memiliki kompetensi unggul, jika dikelola dengan professional.
Keberadaan santri bukanlah kosong dalam hal pengaruhnya terhadap kehidupan sosial. Namun, pemberdayaan santri dengan maksimal akan mampu membuat NKRI lebih berintegritas tinggi. Perlu adanya keyakinan akan sebuah potensi yang dimiliki para santri, yang itu dapat mendukung kemajuan NKRI.
Pesantren, yang menjadi tempat mengenyam pendidikan para santri, harus bisa bersinergi dengan misalnya teknologi. Karena Islam adalah agama yang komperhensif dan universal, maka pondok pesantren harus bisa memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk menciptakan rahmatan lil alamin.
Pondok pesantren di era globalisasi ini, perlu rasanya membekali para santri dengan berbagai skill, yang dipadukan dengan kecanggihan teknologi, tidak menjadikan teknologi sebagai hal yang tabu. Namun, semua itu tanpa mengurangi sisi-sisi keagamaannya. Tahun ketiga peringatan Hari Santri Nasional, tahun 2017 ini, mari kita bersama-sama bersinergi,baik antara podok pesantren, maupun perguruan tinggi dalam rangka meningkatkann integritas bangsa.
Selamat Hari Santri Nasional!
Penulis: WEPO (Mahasiswa IAIN Metro)
0 Response to "Santri, Pendukung Kemajuan NKRI"
Post a Comment