Thufail Bin ‘Amr: Didoakan Rasul Kebaikannya
Tuesday, October 3, 2017
Add Comment
“Wahai Allah! Berilah dia kemampuan
yang dapat menyampaikan niat baiknya.” (Do’a Nabi Saw untuk Thufail.)
Thufail Bin ‘Amr adalah kepala kabilah Daus pada masa
jahiliyah. Dia termasuk bangsawan Arab yang terpandang dan seorang pemimpin
yang memiliki kharisma serta kewibawaan yang tinggi dan diperhitungkan orang.
Periuknya tidak pernah turun dari tungku. Pintu rumahnya tidak pernah tertutup
bagi orang-orang yang bertanmu. Dia senang memberi makan orang yang kelaparan,
lindungi orang yang sedang ketakutan dan membantu setiap penganggur.
Di samping itu, dia pujangga yang
pintar dan cerdas, penyair yang tajam dan berperasaan halus. Selalu tanggap
terhadap yang manis dan yang pahit. Karya mempesona bagikan sihir
Pada suatu ketika, Thufail
meninggalakan negerinya Tihamah,’ menuju Mekkah. Waktu itu konfrontasi antara
Rasulullah saw. dengan kafir Quraisy semakin nyata. Masing-masing pihak
berusaha memperoleh pengikut atau simpatisan guna memperkuat golongannya. Untuk
itu, senjata Rasulullah saw. hanya mendo’a kepada Tuhannya, disertai iman dan
kebenaran yang dibawanya. Sedangkan kaum kafir Quraisy menegakkan impian mereka
dengan kekuatan senjata, dan dengan segala macam cara untuk menghalangi orang
banyak menjadi pengikut Nabi Muhammad.
Thufail terlibat dalam kemelut ini
tanpa disengajanya, kerana kedatangannya ke Makkah itu bukan untuk melibatkan
diri. Bahkan pertentangan antara Nabi Muhammad dengan kaum Quraiys belum pernah
terlintas dalam pikirannya sebelum itu.
Mengenai keterlibatannya dalam
pertentangan itu, Thufail mempunyai kenang-kenangan yang tak dapat di
lupakannya. Kerana itu marilah kita simak ceritanya yang unik berikut ini:
Kedatangan saya ke Makkah kali itu
mereka sambut agar luar biasa, aku ditempatkan di sebuah rumah istimewa.
Kemudian para pemimpin dan pembesar Quraisy berdatangan menemuiku.
Kata mereka, “Hal Thufail! Kami sangat
gembira Anda datang ke negeri kami, walaupun negeri kami sedang dilanda
kemelut. Orang yang menda’wahkan diri menjadi Nabi itu (Nabi Muhammad saw.)
ternyata telah merusak agama kita, merusak kerukunan kita, dan memecah
persatuan kita semua. Kami kuatir dia akan mempengaruhi Anda pula. Kemudian
dengan kepempimpinan Anda, dipengaruhinya pula kaum Anda, seperti yang terjadi
pada kami.
Kerana itu janganlah Anda dekati orang
itu, jangan berbicara dengannya dan jangan pula mendengarkan kata katanya.
Sebab kalau dia berbicara, kata-katanya bagaikan sihir. Perkataannya dapat
memisahkan anak dengan bapak, merenggangkan saudara sesama saudara dan
menceraikan isteri dengan suami.”
‘Demi Allah! Mereka selalu
mendampingiku, dan menceritakan hal yang aneh-aneh kepadaku, kata Thufail.
Mereka menakut-nakutiku dan kaumku dengan keajaiban keajaiban yang pernah
dilakukan orang itu. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak mendekati orang itu,
tidak akan berbicara dengannya dan tidak akan mendengarkan apa-apa yang
dikatakannya.
Pada suatu pagi aku pergi ke masjid
hendak thawaf di Ka’bah, dan mengambil berkat dan berhala-berhala yang kami
puja. Hal seperti itu biasa kami lakukan ketika kami haji. Telingaku kusumbat
dengan kapas, kerana aku takut suara Muhammad akan terdengar olehku.
Tetapi ketika masuk ke masjid, ku lihat
Muhammad sedang shalat dalam Ka’bah. Tetapi shalatnya tidak seperti shalat
kami, dan ibadatnya tidak seperti ibadat kami. Aku terpesona melihatnya.
Sedikit demi sedikit aku bergerak menghampirinya tanpa sadar, sehingga akhirnya
aku dekat sekali kepadanya. Agaknya Allah swt menakdirkan supaya aku mendengar
apa yang dibacanya. Memang, ternyata kalimat-kalimat yang diucapkannya sangat
indah dan bagus sekali.
Lalu aku berkata pada diriku, “Betapa
celakanya engkau, hai Thufail! Engkau seorang pujangga dan penyair. Engkau tahu
membedakan mana yang indah dan yang buruk. Apa salahnya kalau engkau dengarkan
dia bertutur ? Mana yang baik boleh engkau ambil, mana yang buruk tinggalkan
“Aku bagaikan terpaku di tempat itu
sampai Rasulullah pulang. Lalu kuikuti dia sampai ke rumahnya. Setelah dia
masuk, aku pun masuk pula. Setelah kami duduk, aku berkata kepadanya:
“Ya, Muhammad! Sesungguhnya kaum Anda
berkata kepadaku tentang diri Anda begini dan begitu. Mereka menakut-nakutjku
berhubung dengan urusan agama Anda. Oleh kerananya aku menyumbat telingaku
dengan kapas agar tidak mendengar perkataan Anda. Tetapi Allah menghendáki supaya
aku mendengar sesuatu dan Anda. Ternyata apa yang Anda ucapkan semuanya benar
dan bagus. Maka ajarkanlah kepadaku agama Anda itu!”
Rasulullah mengajarkan kepadaku perihal
agama Islam. Dibacakannya surat Al-Ikhlas dan Al-Falaq. Demi Allah! Belum
pernah aku mendengar kalimat-kalimat seindah itu. Dan belum pernah aku mengenal
agama yang lebih baik daripada Islam ini.
Setelah itu kuulurkan tanganku
kepadanya, lalu ku ucapkan dua kalimah syahadat:
Sejak itu aku masuk Islam.
Kemudian aku menetap di Makkah beberapa
lama, mempelajari agama Islam kepada beliau. Aku menghafal ayat-ayat Al-Qur’an
yang dapat ku hafal. Ketika aku ber maksud hendak kembali kepada kaumku,
kukatakan ke pada beliau, “ Rasulullah! Aku ini pemimpin yang dipatuhi oleh
kaumku. Aku bermaksud hendak kembali kepada mereka dan mengajak mereka masuk
Islam. Tolonglah do’akan kepada Allah swt., semoga Allah memberi ku bukti-bukti
nyata yang dapat memperkuat da’wahku kepada mereka, supaya mereka masuk Islam.”
Rasulullah saw. mendo’a:
Di tengah perjalanan pulang, ketika aku
sampai di tempat yang dimuliakan kaumku, keluarlah suatu cahaya di antara kedua
mataku seperti lampu.
Aku mendo’a, “Wahai Allah! Pindahkanlah
cahaya ini ke tempat lain, kerana kalau cahaya imi terletak di antara kedua
mataku, aku kuatir kalau-kalau kaumku menyangka mataku telah kèna tulah kerana
meninggalkan agama berhala….”
Maka dengan izin Allah cahaya itu
dipindahkan ke ujung tongkatku, bagaikan sebuah kandil tergantung. Setelah aku
berada di tengah-tengah mereka, yang pertama tama mendatangiku adalah bapakku
sendiri. Beliau sudah berusia lanjut.
“Menjauhlah daripadaku! Aku bukan lagi
putera ayah, dan ayah bukan bapakku lagi!”
“Mengapa begitu, hai anakku? “tanya
bapak.
“Aku telah masuk Islam. Aku adalah
pengikut agama Nabi Muhammad saw.,” jawabku.
‘Wahai anakku! Bagaimana kalau aku
masuk agamamu. Supaya agama menjadi agamaku pula?” tanya bapak.
“Kalau begitu pergilah Bapak mandi
lebih dahulu. Bersihkan badan dan pakaian Bapak. Sesudah itu kembalilah ke
sini, supaya ku ajarkan kepada Bapak apa yang telah ku pelajari tentang Islam.”
Bapakku pergi mandi membersihkan badan
dan pakaiannya. Sesudah itu kuajarkan kepadanya tentang Islam, Lalu dia masuk
Islam.
Kemudian datang pula isteriku.
Aku berkata kepadanya, “Menjauh
daripadaku! Aku bukan suamimu lagi, dan engkau tidak pula isteriku lagi.”
“Mengapa begitu, hai Thufail?” tanya
isteriku heran. “Islam telah memisahkan aku dan engkau. Aku telah masuk Islam
dan menjadi pengikut Nabi Muhammad saw.,” kataku menjelaskan
“Bolehlah aku masuk agamamu?” tanya
isteriku.
‘Pergilah engkau mandi lebih
dahulu ke telaga ‘Dzi Syara?” Bersihkan badanmu di telaga itu!” kataku.
“Apakah engkau tidak takut kena tulah
‘Dzi’ Syara?” tanya isteri cemas
“Aku tidak peduli dengan berhala Dzj
Syara-mu itu! Pergilah mandi ke sana! Tempat itu jauh dari penglihatan orang
banyak. Aku menjamin batu-batu yang tidak bisa apa-apa itu tidak akan berbuat
sesuatu yang dapat mencelakanmut” kataku meyakinkan.
Sesudah mandi dia datang kembali
kepadaku, Maka kuajarkan kepadanya tentang Islam, lalu dia masuk Islam.
Kemudian ku ajak seluruh kabilah Daus
masuk Islam. Tetapi mereka tidak memenuhi ajakanku, kecuali Abu Hurairah. Dia
memang paling cepat memenuhi panggilan Islam.
Aku datang menemui Rasulullah saw. di
Makkah bersama-sama dengan Abu Hurairah,” ucap Thufail melanjutkan ceritanya.
Rasulullah saw bertanya, “Bagaimana
perkembangan da ‘wahmu, hai Thufail?”
“Hati kaum ku masih tertutup dan sangat
kafir. Sungguh seluruh kaumku, kabilah Daus, masih sesat dan durhaka,” jawabku.
Rasulullah saw. pergi mengambil wudhu’,
kemudian beliau shalat. Sesudah shalat beliau menadahkan kedua tangannya ke
langit, lalu mendo’a. Pada saat-saat itu Abu Hurairah merasa kuatir dan takut
kalau-kalau Rasulullah mendo ‘akan agar kabilah Daus celaka.”
Tetapi kiranya Rasulullah mendo’akan
sebaliknya
“Aflahummanhdi Dausan…! Allahummmahdi
Dausan… …! Allahummahdi Dausan….!”
(Wahai Allah! Tunjukilah kabilah
Dausy….! “) Kemudian beliau menoleh kepada Thufail, lalu bersabda: ‘Pulangkah
kepada kabilahmu! Lemah lembutlah terhadap mereka! Dan ajaklah mereka masuk
Islam dengan bijaksana!”
Sejak itu hingga Rasulullah hijrah, aku
menetap di negeriku dan mengajak kaumku masuk Islam. Sementara itu telah
terjadi perang Badar, perang Uhud, dan perang Khandaq. Setelah itu aku datang
kepada Rasulullah saw. membawa delapan puluh keluarga muslim Dausy, yang
kesilamannya tidak disangsikan lagi.
Rasulullah menyambut gembira kedatangan
kami. Beliau memperlengkapi kami secukupnya dan harta rampasan perang Khaibar.
Kami bermohon kepada Rasulullah, “Ya,
Rasulullah! tempatkahlan kami di “sayap kanan” pasukan Anda dalam setiap
peperangan yang Anda pimpin. Dan kompi muslimin Dausy ini kami bennama “Kompi
Mabrur”
Kata Thufail, ‘Sesudah itu aku
senantiasa mendampingi Rasulullah saw! Dan turut berperang bersama beliau
kemana saja, hingga kota Makkah dibebaskan dan kekuasaan kaum kafir Quraisy.”
Setelah pembebasan kota Makkah, aku
bermohon kepada Rasulullah, “Ya, Rasulullah! Izinknlah aku pergi ke Dzil
Kafain, untuk memusnahkan berhala-hala yang ada di sana.
Rasulullah memberi izin kepada Thufail.
Dia berangkat ke tempat berhala tersebut dengan satu regu tentara dan
pasukannya. Sewaktu sampai ke sana dan mereka bersiap hendak membakar berhala
Dzil Kaffain, berkerumunlah kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak sekitar
mereka, menunggu-nunggu apa yang akan terjadi. Mereka menduga akan terjadi
petir dan halilintar, bila regu Thufail menjamah berhala Dzil Kaffain itu.
Tetapi Thufail dengan mantap
meruntuhkan berhala itu disaksikan para pemujanya sendiri. Beliau menyulutkan
api tepat di jantung Dzil Kaffain, sambil bersajak
“Hal Dzil Kaffain! Kami bukanlah
pemujamu. Kelahiran kami lebih dahulu dari keberadaanmu. lnilah aku,
menyu1utkan api di jantungmu!”
Setelah api melalap habis patung-patung
Dzil Kaffain, sirna pulalah sisa-sisa kemusyrikan dalam kabilah Dausy. Seluruh
kabilah Daus lalu masuk Islam, dan menjadi muslim sejati.
Thufail Bin ‘Arrir Ad Dausy senantiasa
mendamping Rasulullah saw. sampai beliau wafat. Ketika Abu Bakar menjadi
Khalifah, Thufail dan anak buahnya patuh kepada pemenintahan Khalifah Abu
Bakar. Tatkala berkecamuk peperangan membasmi orang murtad, Thufail paling
dahulu pergi berperang bersama-sama tentera muslimin memerangi Musailamah
Al-Kadzhzab (Musailamah si pembohong). Begitu pula putera beliau, ‘Amr bin Thu
fail, yang selalu tak mahu ketinggalan.
Ketika Thufail sedang dalam perjalanan
menuju Yamamah (kawasan tempat Musailamah nenyebarkan pahamnya yang murtad),
dia bermimpi
“Aku bermimpi, Cobalah kalian ta’birkan
mimpi ku itu”, kata Thufail kepada sahabat-sahabatnya.
“Bagaimana mimpi Anda?” tanya kawan
“Aku bermimpi kepalaku dicukur. Seekor
burung keluar dari mulutku, kemudian seorang perempuan memasukankku ke dalam
perutnya. Anakku ‘Amr menuntut dengan sungguh-sungguh supaya dibolehkan ikut
bersamaku. Tetapi dia tak dapat berbuat apa kerana antaraku dan dia ada
dinding.”
Sebuah mimpi nan indah!” komentar
kawan-kawan nya.
Kata Thufail, “Sekarang, baiklah aku
ta’birkan sendiri. Kepalaku dicukur, artinya kepalaku dipotong orang. Burung keluar
dari mulutku, artinya nyawaku keluar dari jasadku. Seorang perempuan
memasukkanku ke dalam perutnya, artinya tanah digali orang, lalu aku
dikuburkan. Aku berharap semoga aku tewas sebagai syahid. Adapun tuntutan
anakku, dia juga berharap supaya mati syahid seperti aku. Tetapi permintaannya
dikabulkan kemudian.”
Dalam pertempuran memerangi pasukan
Musailamah Al-Kadzdazab di Yamamah, sahabat yang mulia ini, iaitu Thufail Ibnu
‘Amr Ad Dausy, mendapat cidera sehingga dia terbanting dan tewas di medan tempur.
Puteranya ‘Amr, meneruskan peperangan
hingga tangan kanannya buntung. Setelah itu dia kembali ke Madinah meninggalkan
tangannya sebelah dan jenazah bapak nya di medan tempur Yamamah.
Tatkala Khalifah ‘Umar bin Khaththab
memerintah, ‘Amr bin Thufail (putera Thufail) pernah datang ke majlis khalifah.
Ketika dia sedang berada dalam majlis, makanan pun dihidangkan orang.
Orang-orang yang duduk dalam majlis mengajak ‘Amr supaya turut makan
bersama-sama. Tetapi ‘Amr menolak dan menjauh.
“Mengapa…? “, tanya Khalifah.
Barangkali engkau lebih senang makan belakangan. Mungkin engkau malu kerana
tanganmu itu.”
“Betul, ya Amjral Mu’mjnjn! “ jawab
‘Amr.
Kata Khalifah, ‘Demi Allah! Aku tidak
akan memakan makanan ini, sebelum ia kau sentuh dengan tanganmu yang buntung itu.
Demi Allah! Tidak seorang jua pun yang sebagian tubuhnya telah berada di surga,
melainkan hanya engkau.”
Mimpi Thufail menjadi kenyataan
semuanya. Tatkala terjadi perang Yarmuk, ‘Amr bin Thufail turut pula berperang
bersama-sama dengan tentara muslimin. ‘Amr tewas dalam peperangan itu sebagai
syuhada’, seperti yang diharapkan bapaknya.
Semoga Allah memberi rahmat kepada
Thufail dan kepada puteranya, ‘Amr, syahid di medan tempur Yamamah dan Yarmuk.
0 Response to "Thufail Bin ‘Amr: Didoakan Rasul Kebaikannya"
Post a Comment